Lombok Utara - Kebijakan kenaikan tarif hingga mencapai 20 persen yang dikeluarkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Menang Mataram dinilai tak memihak kepada masyarakat dan berbuntut pada aksi demontrasi dan pengrusakan terhadap kantor cabang PDAM Kecamatan Bayan.
Aksi demo yang dilakukan ratusan pelanggan PDAM di Kecamatan Bayan pada 16 November 2011 lalu itu menuntut pihak PDAM untuk mengembalikan tarif air minum dan minta berdialog dengan kepala cabang PDAM Bayan. Namun tak seorangpun pihak PDAM yang menunjukkan batang hidungnya, akhirnya masa pendemo memanas dan berakir pada pengrusakan.
Kejadian itu dilaporkan oleh Kepala PDAM Cabang Bayan, sehingga beberapa warga yang ikut berunjuk rasa harus berurusan dengan pihak kepolisian Polres Lombok Barat, bahkan sudah ada yang menjadi tersangka dan wajib lapor.
Beberapa pelanggan menilai, akibat kenaikan tarif yang diberlakukan secara sepihak dan tanpa disosialisasikan oleh PDAM ini ikut serta memiskinkan rakyat KLU. “Kita biasa bayar air perbulan Rp. 30 ribu, tapi setelah naik tarifnya malah menjadi Rp. 200 ribu perbulan”, ungkap puluhan pelanggan.
Suasanapun tambah runyam dengan adanya pernyataan bupati KLU, H. Djohan Sjamsu ketika melakukan pertemuan antar Pemda KLU dengan pihak PDAM dan kepala desa, 17/11 yang pada awalnya mengaku kecewa lantaran tidak ada pemberitahuan ketika kenaikan tariff dilakukan PDAM.
Namun, ketika informasi dari PDAM Menang yang menyebut aksi itu dimotori oleh masyarakat yang sebenarnya menunggak, bupati cepat percaya dan bupati langsung mendorong agar aparat keamanan mengambil langkah hukum terkait perusakan itu. Dikatakan bupati pelaku perusakan itu harus dihukum. Tidak boleh ada perilaku melanggar hukum yang dibiarkan. Itu akan membuat pelecehan terhadap hukum. ‘’Harus ditindak tegas,’’ kata bupati dalam pertemuan tersebut.
Sikap bupati dinilai tokoh muda kecamatan Bayan Lalu Yanis Malady tidak berpihak dan melukai hati masyarakat. Bupati pertama KLU yang dipilih oleh masyarakat secara langsung ini dinilai tidak bisa membela kepentingan masyarakat.
‘’Bupati Lombok Barat dan Wali Kota Mataram setuju kenaikan tarif, makanya mereka membubuhkan tanda tangan. Jika bupati KLU merasa kecewa dengan kenaikan tarif mestinya melakukan permintaan untuk peninjauan ulang,’’ katanya.
Dikatakan Yanis, jika sikap Pemda KLU masih seperti saat ini, mengiyakan kenaikan tarif, masyarakat akan tetap melakukan protes. ‘’Selama tarif tidak ditinjau, masyarakat akan tetap bertahan memboikot,’’ katanya.
Sementara Polres Lombok Barat, 30/11, memanggil beberapa pelanggan yang diduga melakukan pelemparan, dan tiga orang diantaranya bahkan sudah dijadikan tersangka dan dikenakan wajib lapor.
Akibatnya pelangganpun menjadi tambah kecewa, padahal yang melakukan pengrusakan itu adalah masa pendemo bukan hanya tiga orang. “Pelemparan itu terjadi karena pihak PDAM tidak mau menemui masa pendemo untuk berdialog, bahkan semuanya menghilang”, kata Mahsun.
Dikatakan bila ada diantara pendemo yang ditahan, maka kami berjumlah ratusan orang siap masuk sel dan akan melakukan aksi yang lebih besar lagi. “Jika kebijakan kenaikan tarif ini tidak ditinjau ulang oleh pihak PDAM, maka kami siap kembali turun dengan masa yang lebih besar lagi”, tegas puluhan pelanggan.
Sementara Kepala Desa Loloan, R. Nyakrasa ketika dimintai komentarnya mengaku, air yang dijual oleh PDAM Menang Mataram diambil dari hutan adat Mandala dan Bangket Bayan Desa Bayan, yang selama ini belum ada sumbangsihnya terhadap kelestarian lingkungan sekitar.
“Pihak PDAM hanya bisa menjual air yang dimiliki masyarakat tanpa melakukan kegiatan penghijauan. Buktinya ketika masyarakat ada mau melakukan ritual adat selamat olor, mereka (pihak PDAM-red) tak pernah mau menyumbang kegiatan tersebut, padahal itu dilakukan untuk kelestarian sumber mata air di kedua hutan adat tersebut”, kata R. Nyakrasana, ketika ditemui 1/12 kemarin.
Pengakuan senada juga diungkapkan puluhan tokoh adat kecamatan Bayan. “Apa sih sumbangsih PDAM terhadap kelestarian hutan adat. Kan dia hanya bisa menjual air dengan harga yang tinggi, tanpa pernah peduli terhadap kelestarian sumber mata air”, kata beberapa tokoh adat setempat.
Karenanya, masyarakat mengharapkan kepada pemerintah KLU agar mengambil alih kepemilikan PDAM untuk kemakmuran masyarakat dan pemerintah itu sendiri.
Menanggapi harapan tersebut, Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH mengatakan, pemerintah belum bisa mengambil alih PDAM, karena KLU sendiri belum menanamkan saham kepada PDAM, dan pelanggannya di kabupaten yang dikenal dengan sebutan Dayan Gunung ini masih sedikit.
“Kita belum ada saham di PDAM, dan kalau kita kelola sendiri tentu belum mampu karena pelanggannya masih sedikit dan belum mampu menutupi gaji pegawainya”, katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar