Lombok Utara - Teknologi Tepat Guna (TTG), ternyata sudah banyak dilakukan oleh warga masyarakat ditingkat bawah. Sebut saja misalnya, pengolahan biogas menggunakan kotoran ternak yang dilakukan oleh Tamrinudin yang kini sudah mulai menyebar di kalangan masyarakat pedusunan, atau pembudidayaan madu di Desa Mumbulsari Kecamatan Bayan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, serta memafaatan pekarangan rumah untuk penghijauan yang dimotori Sumadi, warda Desa Anyar.
Sayang, semua kegiatan warga ini kurang mendapat ruang di media cetak ataupun elektronik baik lokal maupun nasional, sehingga apa yang dilakukan oleh warga ini tidak pernah terexpose ke publik.
Hal ini diakui oleh Tamrinudin, warga Desa senaru, yang sejak lima tahun lalu secara sukarela melatih dan membantu masyarakat dalam mengolah kotoran ternak menjadi biogas. “Mamfaat kotoran ternak seperti sapi atau lainnya cukup banyak. Karena selain bisa dimamfaatkan untuk membuat biogas, juga dapat diolah menjadi pupuk kompos. Namun apa yang saya lakukan selama ini tak pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Dan ini dampak dari minimnya publikasi ditingkat warga”, katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sumadi, yang sudah puluhan tahun lalu mengembangkan penghijauan di lahan pekarangan. Menurutnya, Bayan memiliki potensi yang cukup besar, seperti mente bisa saja diolah menjadi jajan atau kerepek ketimbang dijual gelondongan. “Saya lihat petani mente kita sangat dirugikan karena harga dipermainkan oleh para tengkulak. Padahal jika saja hasilnya diolah dan dkacip, tentu harganya jauh lebih tinggi dan menguntungkan daripada dijual gelondongan”, kata Sumadi.
Bagaimanan dengan pemamfaatan pekarangan? Sumadi kembali menjelaskan, warga yang tinggal di Kecamatan Bayan, hamper semuanya memiliki pekarangan rumah yang luas. “Pekarangan yang luas jika diolah dan dihijaukan tentu akan mendatangkan penghasilan tambahan, dan ini tentu butuh pelatihan bagi warga masyarakat”, kata Sumadi yang mengaku tanaman dihalaman rumahnya sering dijadikan sebagai tempat penelitian bagi mahasiswa dari Universitas Mataram.
Sementara Sarifudin, ketua kelompok peternak madu di Desa Mumbulsari mengaku, dampak dari kurang dipublikasikan kegiatan petani ditingkat desa, sehingga banyak orang lebih mengenal madu Sumbawa daripada madu yang berasal dari Bayan. Padahal kualitas madu Bayan tidak kalah dengan madu lebah lainnya yang ada di Indonesia.
“Madu Bayan itu merupakan madu asli. Hanya tak pernah dipublikasikan, sehingga sedikit agak sulit pemasarannya. Dan gubernur NTB sendiri, KH. Zaiunul Madjdi pernah mencicipi madu asli dari kecamatan Bayan”, katanya.
Baik Tamrinudin, Sumadi maupun Sarifudin sangat mengharapkan kepada media untuk mau melirik dan mempublikasikan apa yang dilakukan oleh masyarakat ditingkat desa dan dusun. “Kami sudah bosan baca berita soal politik, rebut jabatan, pemilu dan lainnya, kami ingin membaca kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga”, pungkas ketiganya.(ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar