Lombok Utara - Proses Pelaksanaan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Bentek Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara (KLU) harus kedepankan Sosial Responsibility, demikian diungkapkan Ketua DPRD KLU, Maryadi S.Ag. dan Wakil Ketua Komisi I Ardianto SH, saat dikonfirmasi terkait pesoalan pembebasan jalan pembangunan PLTMH di kantornya, Senin (10/10/2011).
Dikatakan Ardianto, bahwa setiap pelaksanaan proyek atau megaproyek seharusnya terlebih dahulu membangun kesepahaman antara masyarakat dan perusahaan yang difasilitasi pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, trasnparansi, dan keadilan. Langkah tersebut akan dapat meminimalisir persoalan yang muncul dikemudian hari ketika pelaksanaan pembangunan berjalan, “ya seperti kasus surat pernyataan sikap yang dibuat sepihak oleh PT. Suar Investindo Capital dengan oknum-oknum tertentu,” katanya.
Permasalahan yang sangat krusial, sambung Ardianto adalah adanya surat pernyataan sikap yang obyeknya sama tapi muatannya berbeda-beda. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan prinsip equality atau kesetaraan dan keadilan. “Apa karena masyarakat banyak yang buta huruf dan tidak mengerti inplikasi hukum terhadap surat pernyataan sikap sehingga kadang-kadang orang-orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan keadaan tersebut,” ujar Wakil Ketua Komisi I ini.
Demikian halnya ketua DPRD KLU Maryadi, S.Ag. saat di mintai pendapat terkait surat pernyataan sikap yang dianggap sepihak oleh warga Bentek mengungkapkan, bahwa sebagai lembaga yang merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, lembaga DPRD KLU akan segera mengambil sikap terkait persoalan pembebasan lahan sehingga tidak akan menimbulkan kerugian di kedua belah pihak.
Selain itu, Maryadi juga menghimbau kepada semua perusahaan yang beroperasi di KLU harus mengedepankan sosial responsibility dengan pendekatan 3P. P pertama People, maksudnya setiap peusahan yang akan menjalankan usahanya harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan termasuk juga tidak membuat perjanjian yang merugikan salah satu pihak. Kedua park, yaitu sebuah konsep pembangunan yang berbasis lingkungan dan yang ketiga adalah profit atau keuntungan. “Jadi ketiga pendekatan tersebut harus terintegrasi setiap sebuah badan usaha dalam menjalankan usahanya bukan semata-mata sekedar mencari keuntungan semata,” jelas Maryadi.
Sementara itu, puluhan orang pemilik lahan warga desa Bentek, pada hari sabtu yang lalu mendatangi kantor PT. Suar Investindo Capital untuk meminta kejelasan terkait adanya surat pernyataan sikap antara perusahan, pemilik lahan dan pemerintah yang mengandung unsur diskriminatif.
Jumaedi menjelaskan bahwa muatan surat pernyataan untuk masing-masing pemilik lahan isi-nya berbeda-beda. “Saya misalnya, surat pernyataan yang dibuat oleh PT. SIC bersama pemerintah Desa dan Kecamatan yang saya terima berisi persyaratan penerimaan pembayaran ganti rugi lahan untuk pembangunan jalan sebesar Rp 5 juta per are harus dipotong PPn dan retribusi untuk APBDes Desa Bentek serta dkenakan biaya lain-lainya,” ungkapnya.
Berbeda dengan surat yang diterima oleh pemilik lahan yang lain, ada yang hanya dikenakan potongan PPn saja dan berdasarkan kesepakatan awal PPn hanya dikenakan kepada warga yang menerima pembayaran diatas Rp 60 juta. “Apa karena saya ini tidak berpendidikan sehingga diperlakukan berbeda dengan warga lainnya,” cetusnya kepada media.
Diakui Jumaedi bahwa sebelumnya saya sudah menandatangani surat pernyataan tersebut. Hal itu menurutnya karena ia tidak paham atas maksud surat dan mengira isi surat sama dengan pemilik lahan lainnya. Untuk itu pada hari ini kami warga yang merasa dirugikan sepakat untuk menolak dan mencabut surat yang telah dibuat sepihak oleh PT. SIC. “Ini kami sudah membuat surat pernyataan untuk menolak dan mencabut keberadaan surat yang sangat merugikan kami warga Bentek,” tegasnya.
Semntara itu, pemilik lahan lainnya yang juga didaulat sebagai juru bicara Judin, SH. mengungkapkan bahwa terkait adanya persoalan diskriminasi dalam proses pembayaran lahan ganti rugi, kami sudah sepakat dengan warga lainnya akan diselesaikan melalui dialog dengan PT. SIC dan kami sudah sampaikan niatan kami melalui surat dan kebetulan kami langsung bertemu dengan direkturnnya dan menyanggupi untuk dilakukan dialog pada hari ini. “Tapi sayang sekali dari pagi sampai siang kami berada disini kami hanya bertemu dengan security nya,” kesalnya.
Terus terang kami merasa dibohongi dan dilecehkan padahal sebelumnya ada kesepakatan untuk dialog tapi tanpa ada pemberitahuan direkturny malah tidak ada di kantor. Menurut security, “kalo pak Suryopati direktur PT. SIC sedang ada di Mataram untuk berkonsultasi terkait tuntutan warga. kalo memang seperti itu kenapa kami tidak diberi tahu sebelumnya, kan kami tidak usah repot-repot datang ke sini menunggu tanpa ada kejelasan,” ujar Judin.
Ia juga mengancam akan menempuh jalur hukum jika tuntutan warga tidak segera ditanggapi. “Kami sudah ada itikat baik dengan cara berdialog tapi tidak juga dihargai. Jika terus-terusan seperti ini Kami akan membahwa persoalan ini ke ranah hukum,” ancam Judin.(DN/Mataramnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar