Pati - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai konflik dalam pemilihan kepala daerah tidak hanya karena ada upaya kecurangan dari para kontestan, tetapi ada kecenderungan oknum Komisi Pemilihan Umum mulai terlibat.
"Awalnya, kecurangan pilkada hanya dilakukan para kontestan, kini ada kecenderungan dilakukan KPU," katanya ditemui usai menghadiri peringatan HUT ke-62 Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dan Haul ke-33 Kiai Suyuti Abdul Qodir di Ponpes Raudlatul Ulum di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Minggu.
Oleh karena itu, kata dia, sanksi tidak hanya ditujukan kepada kontestan, melainkan akan diarahkan pemberian sanksi terhadap KPU, mengingat sengketa pilkada terjadi di berbagai tempat di Tanah Air.
Menurut dia, indikasi kecurangan yang ditemui antara lain membatalkan pencalonan seseorang, atau memaksakan seseorang menjadi calon meski tidak memenuhi syarat sebagai upaya memecah suara orang lain.
"Ada pula, pihak yang dianggap kuat dibatalkan karena dianggap tidak memenuhi syarat. Kecenderungan seperti itu memang ada," ujarnya.
Secara umum, kata Mahfud, pelaksanaan Pilkada di Tanah Air sudah berjalan dengan benar, mengingat dari 400-an kasus yang ditangani MK hanya 30-an kasus yang menghasilkan putusan Pilkada harus diulang.
"Artinya, persentase Pilkada diulang tidak sampai 10 persen, sedangkan 90 persen lebih sudah berjalan dengan baik," ujarnya.
Pada umumnya setiap pelaksanaan Pilkada ada kecenderungan terjadi kecurangan, karena hampir semua kontestan berusaha curang.
"Jika kecurangan tersebut tidak berpengaruh secara signifikan, kasus tersebut akan diserahkan ke pengadilan umum," ujarnya.
Ia menegaskan, kecurangan yang terjadi dalam Pilkada tetap dianggap salah. Misal, jika ditemukan pencurian suara akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil Pilkada, maka akan diadili secara pidana.
Terkait dengan polemik Pilkada Pati yang menghasilkan putusan pemungutan suara harus diulang, Mahfud beranggapan kesalahan tidak hanya dari KPU, melainkan kontestan juga ikut menyumbang.
"KPU memang kurang teliti dan kontestannya juga demikian. Untuk itu, kita minta evaluasi ulang," ujarnya.
(U.KR-AN/M008)
Editor: Ruslan Burhani (Sumber: antara)
"Awalnya, kecurangan pilkada hanya dilakukan para kontestan, kini ada kecenderungan dilakukan KPU," katanya ditemui usai menghadiri peringatan HUT ke-62 Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dan Haul ke-33 Kiai Suyuti Abdul Qodir di Ponpes Raudlatul Ulum di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Minggu.
Oleh karena itu, kata dia, sanksi tidak hanya ditujukan kepada kontestan, melainkan akan diarahkan pemberian sanksi terhadap KPU, mengingat sengketa pilkada terjadi di berbagai tempat di Tanah Air.
Menurut dia, indikasi kecurangan yang ditemui antara lain membatalkan pencalonan seseorang, atau memaksakan seseorang menjadi calon meski tidak memenuhi syarat sebagai upaya memecah suara orang lain.
"Ada pula, pihak yang dianggap kuat dibatalkan karena dianggap tidak memenuhi syarat. Kecenderungan seperti itu memang ada," ujarnya.
Secara umum, kata Mahfud, pelaksanaan Pilkada di Tanah Air sudah berjalan dengan benar, mengingat dari 400-an kasus yang ditangani MK hanya 30-an kasus yang menghasilkan putusan Pilkada harus diulang.
"Artinya, persentase Pilkada diulang tidak sampai 10 persen, sedangkan 90 persen lebih sudah berjalan dengan baik," ujarnya.
Pada umumnya setiap pelaksanaan Pilkada ada kecenderungan terjadi kecurangan, karena hampir semua kontestan berusaha curang.
"Jika kecurangan tersebut tidak berpengaruh secara signifikan, kasus tersebut akan diserahkan ke pengadilan umum," ujarnya.
Ia menegaskan, kecurangan yang terjadi dalam Pilkada tetap dianggap salah. Misal, jika ditemukan pencurian suara akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil Pilkada, maka akan diadili secara pidana.
Terkait dengan polemik Pilkada Pati yang menghasilkan putusan pemungutan suara harus diulang, Mahfud beranggapan kesalahan tidak hanya dari KPU, melainkan kontestan juga ikut menyumbang.
"KPU memang kurang teliti dan kontestannya juga demikian. Untuk itu, kita minta evaluasi ulang," ujarnya.
(U.KR-AN/M008)
Editor: Ruslan Burhani (Sumber: antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar