Suasana Pertemuan antar Kades dan BPD Loloan |
Lombok Utara - Kerusakan lingkungan akibat galian C di beberapa lokasi di Desa Loloan kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, tidak sebanding dengan pemasukan yang diberikan kepada desa. Karena banyak sumber daya alam yang sudah dikeruk dan dijual oleh pengusaha pasir atau batu tanpa ada konribusi yang jelas.
Penegasan tersebut disampaikan ketua BPD Loloan, Nurbakti, S.Ag, dalam pertemuanya dengan Kepala Desa Loloan, R. Nyakrasana di aula kantor setempat (17/10/11). “Tugas kami melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintahan desa, yang selama ini kurang melakukan koordinasi dengan BPD. Padahal persoalan yang terjadi di desa Loloan cukup banyak”, kata Nurbakti.
Sebut saja, misalnya galian C dibeberapa lokasi di Desa Loloan, yang dalam Peraturan Desa (Perdes) sudah jelas diatur bahwa satu kali rit pengambilan pasir atau batu harus dibayar kontribusi ke desa Rp. 15.000,- Namun kenyataan yang terjadi malah belakangan ini banyak warga yang mengaku dirugikan akibat tanahnya dibuat sebagai jalan menuju ke lokasi galian C tersebut.
“Kontribusi galian C, seperti di Lokok Gereneng selama ini tidak jelas, apakah sudah diberikan ke desa atau belum, dan inilah yang kami pertanyakan kepada Kepala desa dalam pertemuan ini, supaya jelas berapa yang masuk dan untuk apa digunakan”, tegasnya.
Kepala Desa loloan, R. Nyakrasana ketika melakukan klarifikasi mengaku terkait masalah kontibusi dari galian C belum ada, keculai hanya satu kali diberikan oleh pengusaha sebesar Rp. 2 juta pada bulan puasa lalu. “Memang ada kontribusi yang masuk ke desa dari galian C, tapi hanya satu kali, dan urusan administrasi dan keuangan desa kami serahkan urusannya ke stap”, jelasnya.
Dikatakan, ada beberapa program pada tahun ini yang masuk ke desa Loloan, seperti pembangunan jalan usaha tani, pembuatan MCK, sumur dangkal, perpipaan, pembangunan pafinblog serta pengaspalan jalan Loloan ke Torean. Dan beberapa program itu dilaksanakan oleh putra asli desa Loloan.
Menyangkut kontribusi surat-menyurat ditingkat warga, menurut Nyakrasana lebih banyak bersifat sosial. Karenanya antar pemerintah desa dengan BPD serta lembaga lainnya perlu terus berfikir dan berkoordinasi agar kedepan desa Loloan lebih maju dengan desa-desa lainnya.
Seusai memberikan klarifikasi, Kades Loloan minta ijin meninggalkan tempat untuk mengikuti pertemuan flu burung yang diadakan oleh dinas kesehatan KLU di Gangga. Namun keinginan tersebut tidak mendapat ijin dari ketua BPD dan anggotanya.
“Kami sekarang ini menjalankan tugas pengawasan sehingga mengundang kepala desa. Dan ini merupakan ruh dari kemajuan pembangunan desa Loloan. Kalau memang kepala desa memnadang pertemuan di flu burung itu lebih penting, silahkan saja pergi. Namun saya mengira pertemuan antar BPD ini jauh lebih penting, karena membahas nasip desa kita kedepan”, tegas Rumalam, salah seorang anggota BPD Loloan.
Sementara Nurbakti kembali menegaskan, bila kepala desa meninggalkan tempat ini silahkan saja, tapi ijinkan kami untuk melakukan audit pada semua stap desa, agar BPD bisa membuat rekomendasi hari ini juga. “Yang bisa menjawab pertanyaan dari BPD adalah kepala desa, karenanya jangan sampai meninggalkan tempat”, pintanya.
Mendengar beberapa pernyataan tersebut, Kepala Desa Loloan kembali duduk untuk melanjutkan pertemuan dengan BPD, dan berbagai masalah muncul terkait dengan APBDes, mulai dari galian C, kontribusi pajak, tanah milik PKK yang disewakan hingga biaya administrasi surat menyurat.
Bahkan Kadus Batu Gerantung, Bukran pada kesempatan tersebut dengan lantang mengatakan, Perdes jangan hanya tertulis diatas kertas sementara kenyataannya tidak ada. “saya lihat Perdes kita hanya tertulis dikertas saja selama ini, tapi belum bisa diaplikasikan ditingkat lapangan”, katanya.
Pantauan media ini menunjukkan, kendati pada awal pertemuan antar kepala desa dengan BPD Loloan cukup tegang, namun pada akhirnya diperoleh beberapa solusi untuk mengatasi semua persoalan tersebut, seperti kontribusi Galian C, akan ditugaskan salah seorang warga untuk mengawasi langsung berapa truk yang masuk mengambil pasir atau batu setiap hari, dan langsung diminta menyerahkan kontribusi.
Nurbakti bersama anggota BPD lainnya sepakat untuk terus melakukan pengawasan, dan meminta kepada kepala desa bahwa setiap Perdes yang sudah ditetapkan, agar diikuti dan dirincikan dalam peraturan atau keputusan kepala desa. “Kami (BPD-red) tidak ingin lagi disebut kong-kali kong dengan kepala desa, sehingga kita minta setiap Perdes agar diikuti juga dengan keputusan atau peraturan kepala desa”, pungkasnya.(ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar