Jumat, 26 Agustus 2011

Peran Masyarakat Adat Lombok Utara dalam Menyikapi Perubahan Iklim

Oleh Husnul Munadi (Ketua PD AMAN Lombok Utara)

Dampak Perubahan iklim sangat dirasakan oleh umat manusia, Kenaikan suhu udara bumi sangat berdampak langsung pada perubahan musim, arah angin, gelombang laut, mencairnya es di kutub bumi serta perubahan pola kehidupan berbagai makhluk hidup, tumbuhan maupun hewan. Bahkan dengan berlipat gandanya kandungan karbon (zat arang) di udara, akan menghentikan pertumbuhan alami hutan di bumi.

Perubahan cuaca yang ekstrim ini, juga sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat adat yang bermukim di wilayah rentan terhadap perubahan iklim seperti, kawasan pulau-pulau kecil, pesisir dan hutan tropis. Perubahan iklim secara global telah mempengaruhi iklim mikro, yang selama ini menjadi patokan bagi masyarakat adat untuk merencanakan suatu kegiatan dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Hutan di 5 Kecamatan di Lombok Utara seluas 21.957 Ha, adalah bagian dari kawasan Hutan Gunung Rinjani yang merupakan bagian dari hutan tropis di Indonesia, dimana kawasan ini mempunyai luas sekitar 125.199,73 ha, terdiri dari Hutan Lindung seluas 59.810,50 ha, Hutan Produksi seluas 20.745,40 ha, Taman Wisata Alam seluas 396,10 ha, Taman Nasional Gunung Rinjani seluas 41.330,00 ha dan Taman Hutan Raya Sesaot seluas 3.155,00 ha. Sementara sumberdaya hutan gunung Rinjani sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat Pulau Lombok mempunyai fungsi dan manfaat sebagai (1) Unsur Produksi, (2) Perlindungan alam, (3) Sarana Rekreasi, (4) Laboratorium alam dan (5) Sarana pelestarian plasma nutfah serta nilai-nilai budaya ( sumber : Dinas Kehutanan Prop.NTB )

Dampak nyata perubahan iklim ini sangat dirasakan juga oleh masyarakat adat di Gumi Paer Daya Lombok Utara, yaitu pada saat masyarakat adat sedang menghadapi musim tanam, musim panen dan melakukan aktivitas penangkapan dan budidaya ikan serta budidaya rumput laut. Ketidakpastian kalender musim dikarenakan adanya pergeseran waktu, menyebabkan masyarakat adat tidak lagi mengusahakan ladang, terjadinya gagal panen bagi petani, gagal untuk usaha budidaya ikan dan rumput laut bagi nelayan.

Hal ini disebabkan karena, masyarakat adat di Lombk Utara ini sudah tidak dapat lagi dapat mempergunakan hitung-hitungan atau kalender musim dengan menggunakan kearifan adatnya (Uriga).Menurun secara derastisnya daya dukung sumberdaya alam di Lombok utara disinyalir sebagai dapak perubahan iklim (pemanasan Global),musim hujan tidak beraturan,sungai lebih cepat mengering dan kebanjiran pada musim hujan ( banjir Bandang tahun 1999 dan tahun 2009) suhu udara meningkat pada kisaran 3 – 5 derajat celsius, daya dukung alam semakin menurun produksi cengkeh menurun sampai 40 % (kasus 2005), Hama penyakit terutama pada tanaman perkebunan ( kakao ), munculnya penyakit kangker pisang yang memaksa masyarakat harus mencabut dan membakar pohon pisangnya ( kasus tahun 2004-2005 ), Intensitas serangan hama padi meningkat,tanaman palawija ( kacang-kacangan ) pada lahan kebun mengalami kerusakan karena keterlambatan mendapatkan hujan,panas yang berkepanjangan. Secara sosial budaya; Menyempitnya sumber penghidupan Masyarakat, perebutan sumber mata air oleh masyarakat umum (Konflik horizontal), terjadi penebangan liar oleh masyarakat diluar hutan Adat.

Aliansi Masyarakat Adat Paer Daya dalam menyikapi terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim dewasa ini, telah melaksanakan beberapa kegiatan penting seperti, Diskusi Komunitas Penguatan Kapasitas Masyarakat Adat di beberapa komunitas di Lombok Utara dalam Mitigasi Perubahan Iklim dan REDD, road Show Pemutaran film perubahan iklim di seluruh komunitas anggota AMAN di Lombok Utara, seminar tentang perubahan iklim dengan melibatkan berbagai unsur secara multifihak, seperti dari SKPD pemerintah dan akademisi. Pelatihan Pemetaan Partisipatif yang melibatkan masyarakat adat sebanyak 16 orang dan Pemetaan Partisipatif Wilayah adat Karang Bajo, Semokan dan Anyar.

Maka menindaklanjuti hasil-hasil sementara kegiatan yang telah dilaksanakan mulai Sejak 2009 sampai dengan 2011 tahun ini, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Paer Daya mulai melaksanakan kegiatan Workshop Multipihak Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dengan tema ”Mendorong Peran Serta Masyarakat Adat Lombok Utara dalam Menyikapi Perubahan Iklim” yang bertujuan untuk :
- Merumuskan dan menyepakati kebijakan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) Lombok Utara yang berkelanjutan dan berbasis kearifan adat.
- Menyepakati strategi yang relevan untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Lombok Utara.
- Mempertegas posisi masyarakat adat Lombok Utara dalam pengelolaan SDA berbasis pranata dan kearifan adat.
- Menggagas kebijakan relevan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim berdasarkan tindakan lokal masyarakat adat Lombok Utara.

Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Paer Daya dengan melihat realitas kondisi SDA Lombok Utara, khususnya hutan yang semakin menurunnya kualitasnya dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat adat Paer Daya, khususnya yang berprofesi sebagai nelayan dan petani, maka merasa penting untuk melaksanakan kegiatan ini dalam kaitannya untuk merumuskan dan menyepakati kebijakan-kebijakan yang relevan pengelolaan SDA yang berbasis kearifan dan pranata adat yang telah diwarisi oleh masyarakat adat Lombok Utara dari leluhurnya. Hal ini menjadi urgent, karena sebelum kebijakan negara ini lahir, masyarakat adat Paer Daya telah memiliki nilai-nilai kearifan dan pranata adat dalam pengelolaan SDA.

Selama ini, begitu banya kebijakan kebijakan perlindungan dan pemanfaatan SDA yang dipraktekkan oleh negara telah gagal dalam melindungi hutan dan memberikan rasa aman terhadap masyarakat adat. Contoh kongkrit misalnya, kebijakan perlindungan SDA dengan status Hutan Lindung, Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Nasional, ternyata dikalahkan oleh sektor-sektor lain yang justru mengeksploitasi kawasan-kawasan lindung tersebut untuk kepentingan devisa semisal, HPH, HTI, IPK, Perkebunan, Pertanian dan Pertambangan, terjadi inkonsistensi dalam menerapkan kebijakan perlindungan SDA. Hal lain pula, kebijakan perlindungan SDA yang dipraktekkan oleh negara ternyata membatasi hak dan akses masyarakat adat atas wilayah adatnya dengan berbagai macam stigma antara lain masyarakat perambah hutan, peladang berpindah dan perusak hutan.

Kearifan masyarakat adat dalam pengelolaan SDA secara filosofi dan substansial adalah alternatif solusi untuk mengeliminir laju kerusakan SDA yang terus terjadi akibat dari perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah di masa lalu kepada perusahaan skala besar untuk mengeksploitasi hutan di kawasan Monggal isalnya. Paling tidak dengan merevitalisasi aturan dan kearifan adat dalam pengelolaan SDA di kawasan gugusan pulau-pulau kecil ini, potensi SDA yang sangat terbatas ini dapat terjaga keberlanjutannya. Harus diakui bahwa kerusakan dan penurunan kualitas SDA yang terus terjadi akibat begitu banyaknya kebijakan Pemerintah yang cenderung ekstra aktif dalam memanfaatkan potensi SDA.

Menyikapi problem serius yang dihadapai oleh umat manusia, khususnya masyarakat adat dengan adanya perubahan iklim yang ekstrim akhir-akhir ini, karenanya melalui kegiatan Workshop Multipihak Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim ini, para pihak diharapkan memiliki komitmen dan strategi bersama dalam menyikapi dampak perubahan iklim yang telah dirasakan oleh manusia dewasa ini. Sangat diharapkan dengan dilaksanakannya kegiatan ini, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, perlu mengakomodasi kearifan dan pranata adat masyarakat adat dalam mengelolaan hutan. Hasil penting lainnya yang sangat diharapkan dari pelaksanaan Workshop Multpihak ini adalah, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara perlu mendorong adanya kebijakan pengelolaan Hutan adat yang dituangkan dalam peraturan Daerah yang diharapakn sebagai satu kebijakan strategis mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Lombok Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar