Rabu, 08 Desember 2010

Pembangunan Kolam Renang Masih Menuai Persoalan

R. Asjanom, Tokoh Adat Bayan
Lombok Utara - Pembangunan kolam renang yang terletak di sebelah timur rumah kampu Bayan Timur Desa Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU) hingga kini masih menuai persoalan.

Hal ini terkait erat dengan tempat pembangunannya yang berdekatan dengan perkampungan penduduk dan belum memiliki tempat parkir kendaraan. “Kita para tokoh masyarakat sudah menanyakan apa boleh membangun kolam renang ini, karena mengingat tempat parkir sepeda motor atau mobil para tamu mancanegara maupun lokal yang tidak ada”, kata Raden Asjanom, salah seorang tokoh adat Desa Bayan.

Raden Asjanom yang didampingi beberapa tokoh adat mengaku, bahwa pembangunan kolam ini memang pernah dilarang dan dianjurkan pembangunan kolamnya dialihkan ke tempat situs sejarah yaitu di Pawang Adat Mandala. “Dalam sejarah di hutan Mandala itu konon tempat pemandian para bidadari sehingga terdapat 7 kolam kecil. Dan untuk mempertahan situ sejarah tersebut perlu dibangun kolam renang”, jelasnya.

Pada era bupati Lombok Barat, H. Mudjitahid, lokasi pawang adat Mandala pernah ditinjau dan berencana akan membangun kolam renang. Selain itu hutan adat ini juga memiliki sumber mata air yang cukup jernih. “Kalau kolam ditempat sekarang ini, kan airnya, air buangan dari saluran yang diatasnya banyak warga yang buang sampah”, kata R. Asjanom.

Selain itu yang disesalkan oleh beberapa tokoh adat Bayan, bahwa pembangunan kolam renang diatas tanah Raden Kertamuntur tersebut , tidak diawali dengan musyawarah dengan para tokoh setempat. “Seandainya boleh, pemangku adat Bayan sendiri juga memiliki tanah yang cukup strategis untuk membangun kolam renang yaitu disebelah masjid kuno Bayan. Namun karena ini masih dalam komplek kraton Bayan, maka menurut orang tua kita dahulu tidak boleh dibangun kolam”, kata puluhan tokoh adat Bayan.
Ketika ditanya apakah ada sanksinya bila membangun kolam renang? Raden Asjanom kembali menegaskan, memang dalam hal ini tidak ada sanksinya, tapi oleh para orang tua dan tokoh adat dilarang membangun kolam pada tempat konplek kraton Bayan. Karena konpleh kraton memiliki situs sejarah tersendiri yaitu sebagai tempat tinggalnya kerjaan Bayan.

“Kan tempat pembangunannya dekat dengan kampu Bayan Timur, sementara ketika masyarakat adat melakukan upacara menjadi terganggu. Bahkan di dekatnya ketika ada upacara ngaji makam ngaturang ulak kaya dijadikan sebagai tempat membakar penimbung (ketan bercampur santan-red). Dan ngaturang ulak kaya itu sendiri sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT, setelah melakukan panen di sawah maupun di lading”, tambah R. Asjanom.

Dan sekarang ini memang beberapa kolam sudah hampir selesai dibangun, namun tidak ada orang yang datang ke tempat tersebut. “Kita sudah lakukan hearing ke dewan dan bupati KLU yang baru. Dan dari dulu kita sarankan kalau mau bangun kolam renang, silahkan saja di hutan Mandala, tapi mereka tidak mau. Jadi walau sekarang kolamnya sudah jadi tidak ada yang berani kesana. “Tampaknya ada asimilasi dari luar yang ingin menghancurkan adat kita di Bayan ini”, tegas R. Asjanom.

Sementara R. Kertamuntur ketika ditemui beberapa waktu lalu, mengaku kolam ini dibangun untuk membuka lapangan kerja khususnya bagi pedagang kaki lima, dan sebagai tempat peristirahatan keluarga. “Jadi tidak ada tujuan untuk merusak adat, karena saya sendiri juga penduduk asli desa Bayan yang terus mempertahan dan melestarikan adat-istiadat yang ada”, katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar