Lombok Utara - Janji dan janji itulah yang didapat oleh warga Labuhan Carik Desa Anyar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara yang akan direlokasi ditempat yang baru tak memiliki air dan listrik.
Pergantian lahan tempat relokasi bagi warga Labuhan Carik cukup memprihatinkan. Selain belum diratakan juga belum ada listrik dan air. “Padahal sebelum kami menerima ganti rugi beberapa tahun lalu, pemerintah (camat Bayan-red) yang kala itu dijabat oleh Drs. Faisol, berjanji akan memperjuangkan listrik dan air, namun hingga saat ini janji tersebut belum juga terpenuhi”, kata Bapak Bentol pada Suara Komunitas, sedih.
Pantauan Suara Komunitas, (26/11) di lokasi tempat relokasi yang baru menunjukkan, bahwa beberapa bahan bangunan seperti batu, pasir dan batu memang sudah mulai dikumpulkan warga, namun kerana belum diratakan, sehingga banyak bata yang patah dan pasir tergerus air hujan, sehingga warga mengaku rugi.
Bentol juga menyesalkan cara pembagian tanah tempat relokasi, yaitu memanjang dengan lebar hanya 3,20 meter. “Kalau seperti ini cara membaginya, bagaimana kami mau membangun rumah, karena membangun kandang ayam saja masih sempit apalagi membangun rumah. Jadi kalau bisa perlu dilakukan pengukuran ulang, jangan sampai dibelakang hari menimbulkan persoalan baru antar warga”, kata Bentol.
Lebih Lanjut Bentol mengakui, ketika datang ke kantor DPRD Lombok Utara, mereka berjanji akan turun ke lokasi relokasi, tapi hingga saat belum juga datang. Padahal masyarakat menunggu kedatangan mereka agar jelas ukurannya per kepala keluarga, namun ternyata masyarakat hanya diberikan janji saja, sementara bangunan dermaga atau pelabuhan carik sudah hampir rampung, sehingga tidak menutup kemungkinan para warga di Labuhan Carik akan dipindahkan dengan paksa.
“Kami hawatir warga akan dipindah secara paksa ke tempat relokasi. Sedangkan kita ingin membangun rumah listrik dan air tidak ada, padahal setiap membangun kita butuh air dan listrik, kecuali setelah usai pembangunan dermaga warga diberi kesempatan untuk membangun rumah, tapi rasa-rasnya itu tidak mungkin”, kata Bentol lagi.
Sementara warga yang memiliki meter listrik hingga berita ini diturunkan belum jelas apa akan dipindahkan ke tempat relokasi atau tidak, karena beberapa waklu lalu, masyarakat dijanjikan akan diberikan diesel, namun ditolak. “Pemerintah memang pernah akan memberikan diesel, namun warga menolaknya, karena kalau diterima jangan-jangan meter listrik yang dimiliki warga tidak dipindah oleh pihak PLN”, tutur Bentol.
Ali, ketua RT Labuhan Carik mengatakan, setelah pembayaran lahan diselesaikan oleh pemerintah yang hitungannya per are Rp. 3,5 juta, kemudian mantan camat Bayan, Drs. Faisol bersama kepala desa Anyar meminta warga membeli tanah tempat relokasi dengan harga Rp. 3 juta, yang hingga saat ini belum diratakan dan diukur ulang.
“Kami semua disini masyarakat bodoh, yang tentu berpikir dua kali untuk mendirikan bangunan tanpa ada air dan listrik, karena buktinya ketika pembayaran lahan, kertas tempat tanda tangan saja ditutup sebelah oleh petugas, sehingga kami tidak tahu apa isi dari surat yang kami tandatangani. Lebih-kebih belakangan ini ada petugas dari PLN, yang mengatakan bahwa meter listrik kami mau diganti”, ungkap puluhan warga setempat.
Pada prinsipnya, lanjut Ali, warga Labuhan Carik siap pindah ke tempat relokasi, namun perlu dipersiapkan air dan listrik untuk membangun rumah. “Tanpa air kita tidak bisa membangun dan juga perlu diratakan serta diukur ulang, jangan sampai air dan listrik dibebankan kepada warga, padahal kehidupan kami disamping miskin juga rata-rata sebagai nelayan yang tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah”, katanya.
Ali menambahkan, keluhan warga ini sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah, karena pembangunan dermaga terus berjalan, jangan sampai setelah dermaga selesai baru diperhatikan. Selain itu meter listrik yang dimiliki warga jangan sampai diganti oleh pihak PLN, karena ini akan menimbulkan persoalan baru. “Kami tidak mau meter listrik yang kami pakai sekarang ini diganti, karena belakangan ini ada rumor berkembang bahwa meter itu akan diganti. Kami mau aman dan mau cepat membangun rumah, jadi tolonglah diratakan dan diukur ulang serta dibuatkan sumur”, harap Ali bersama warga lainnya.
Kehawatiran yang sama juga diungkapkan camat Bayan, R. Tresnawadi, S.Sos pada kunjungan kerja Komisi I DPRD Lombok Utara, beberapa waktu lalu. Menurutnya hingga saat ini para pekerja belum meratakan dan mengukur ulang tempat relokasi warga, demikian juga dengan penggalian sumur dan lampu patromaks sebeagai alat penerang. “Pelabuhan Carik tetap berlanjut, hanya yang kita hawatirkan, jika air dan lampu belum dilengkapi, bisa-bisa masyarakat kami akan digusur dan ini perlu mendapat perhatian baik dari dewan maupun pemerintah daerah”, katanya.
Pantauan Suara Komunitas, (26/11) di lokasi tempat relokasi yang baru menunjukkan, bahwa beberapa bahan bangunan seperti batu, pasir dan batu memang sudah mulai dikumpulkan warga, namun kerana belum diratakan, sehingga banyak bata yang patah dan pasir tergerus air hujan, sehingga warga mengaku rugi.
Bentol juga menyesalkan cara pembagian tanah tempat relokasi, yaitu memanjang dengan lebar hanya 3,20 meter. “Kalau seperti ini cara membaginya, bagaimana kami mau membangun rumah, karena membangun kandang ayam saja masih sempit apalagi membangun rumah. Jadi kalau bisa perlu dilakukan pengukuran ulang, jangan sampai dibelakang hari menimbulkan persoalan baru antar warga”, kata Bentol.
Lebih Lanjut Bentol mengakui, ketika datang ke kantor DPRD Lombok Utara, mereka berjanji akan turun ke lokasi relokasi, tapi hingga saat belum juga datang. Padahal masyarakat menunggu kedatangan mereka agar jelas ukurannya per kepala keluarga, namun ternyata masyarakat hanya diberikan janji saja, sementara bangunan dermaga atau pelabuhan carik sudah hampir rampung, sehingga tidak menutup kemungkinan para warga di Labuhan Carik akan dipindahkan dengan paksa.
“Kami hawatir warga akan dipindah secara paksa ke tempat relokasi. Sedangkan kita ingin membangun rumah listrik dan air tidak ada, padahal setiap membangun kita butuh air dan listrik, kecuali setelah usai pembangunan dermaga warga diberi kesempatan untuk membangun rumah, tapi rasa-rasnya itu tidak mungkin”, kata Bentol lagi.
Sementara warga yang memiliki meter listrik hingga berita ini diturunkan belum jelas apa akan dipindahkan ke tempat relokasi atau tidak, karena beberapa waklu lalu, masyarakat dijanjikan akan diberikan diesel, namun ditolak. “Pemerintah memang pernah akan memberikan diesel, namun warga menolaknya, karena kalau diterima jangan-jangan meter listrik yang dimiliki warga tidak dipindah oleh pihak PLN”, tutur Bentol.
Ali, ketua RT Labuhan Carik mengatakan, setelah pembayaran lahan diselesaikan oleh pemerintah yang hitungannya per are Rp. 3,5 juta, kemudian mantan camat Bayan, Drs. Faisol bersama kepala desa Anyar meminta warga membeli tanah tempat relokasi dengan harga Rp. 3 juta, yang hingga saat ini belum diratakan dan diukur ulang.
“Kami semua disini masyarakat bodoh, yang tentu berpikir dua kali untuk mendirikan bangunan tanpa ada air dan listrik, karena buktinya ketika pembayaran lahan, kertas tempat tanda tangan saja ditutup sebelah oleh petugas, sehingga kami tidak tahu apa isi dari surat yang kami tandatangani. Lebih-kebih belakangan ini ada petugas dari PLN, yang mengatakan bahwa meter listrik kami mau diganti”, ungkap puluhan warga setempat.
Pada prinsipnya, lanjut Ali, warga Labuhan Carik siap pindah ke tempat relokasi, namun perlu dipersiapkan air dan listrik untuk membangun rumah. “Tanpa air kita tidak bisa membangun dan juga perlu diratakan serta diukur ulang, jangan sampai air dan listrik dibebankan kepada warga, padahal kehidupan kami disamping miskin juga rata-rata sebagai nelayan yang tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah”, katanya.
Ali menambahkan, keluhan warga ini sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah, karena pembangunan dermaga terus berjalan, jangan sampai setelah dermaga selesai baru diperhatikan. Selain itu meter listrik yang dimiliki warga jangan sampai diganti oleh pihak PLN, karena ini akan menimbulkan persoalan baru. “Kami tidak mau meter listrik yang kami pakai sekarang ini diganti, karena belakangan ini ada rumor berkembang bahwa meter itu akan diganti. Kami mau aman dan mau cepat membangun rumah, jadi tolonglah diratakan dan diukur ulang serta dibuatkan sumur”, harap Ali bersama warga lainnya.
Kehawatiran yang sama juga diungkapkan camat Bayan, R. Tresnawadi, S.Sos pada kunjungan kerja Komisi I DPRD Lombok Utara, beberapa waktu lalu. Menurutnya hingga saat ini para pekerja belum meratakan dan mengukur ulang tempat relokasi warga, demikian juga dengan penggalian sumur dan lampu patromaks sebeagai alat penerang. “Pelabuhan Carik tetap berlanjut, hanya yang kita hawatirkan, jika air dan lampu belum dilengkapi, bisa-bisa masyarakat kami akan digusur dan ini perlu mendapat perhatian baik dari dewan maupun pemerintah daerah”, katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar