Lombok Utara (Primadona) - Diduga menyebarkan ajaran yang dinilai melanggar adat istiadat, Raminem (37) warga Dusun Ruak Bangket Desa Sukadana Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, terpaksa dititip di Polsek Bayan.
Hal ini dilakukan untuk menjaga amuk massa yang sudah gerah melihat tingkah laku Raminem yang mengaku menerima ajaran dari Sayyidina Ali, yang meminta dirinya melakukan acara begawe atau pesta sehingga dinilai melakukan pelanggaran adat-istiadat. “Dalam aturan adat Bayan, setiap warga dilarang melakukan acara begawe (pesta) dalam bentuk apapun, selama masih dalam melakukan perbaikan masjid kuno semokan, namun Raminem melanggar aturan itu”, kata Sojati, Kepala Desa Sukadana, pada Primadona (21/6) ketika ditemui di Polsek Bayan.
Lebih jauh Sojati mengatakan, memang acara gawe khitanan dan ngurisan, belum dilakukan, akan tetapi surat undangannya sudah disebar. Padahal semua tokoh adat yang ada di Desa Sukadana sudah melarangnya, agar sebelum perbaikan masjid Kuno Semokan selesai, tidak dilakukan dulu acara begawe, namun Raminem melanggar aturan adat tersebut, sehingga maresahkan masyarakat.
Sementara menurut penjelasan Kepala Dusun, Ruak Bangket Desa Sukadana, Niranom, yang mengaku pernah mendatangi Raminem di rumahnya bersama beberapa kepala dusun dan tokoh masyarakat Sukadana mengatakan, bahwa yang paling menjengkelkan adalah semua tokoh adat dinilai kurang benar, sehingga dirinya berusaha meluruskan ajaran itu dengan ajaran yang diterima dari Sayyidina Ali, yang meminta agar dia mengadakan acara pesta pada bulan ini, padahal menurut adat, itu tidak diperbolehkan sebelum masjid kuno selesai diperbaiki. “Raminem memang tidak mau dilarang, sehingga apa yang akan dilakukan ini cukup membuat warga resah”, kata Niranom.
Jumadi, Kepala Dusun Segenter mengaku heran atas pendapat Raminem yang menyebut bahwa acara yang akan dilakukan ini (begawe) karena ada perintah dari Sayyidina Ali, yang konon tinggal di Gunung Kukus Batua, yang terletak di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. “Ali bin Abi Tholib itu adalah sahabat Nabi Muhammad Saw, dan sudah lama meninggal, kok dalam hal ini membawa nama-nama sahabat Nabi, kan ini ajaran yang menyesatkan”, tegasnya.
Akibat dari pengakuannya itu, sehingga pihak pemerintah desa bersama petugas Polsek Bayan memanggil Raminem ke kantor desa, senin kemarin, untuk diminta klarifikasi tentang pengakuannya menerima perintah dari Sayyidina Ali.
Raminem, di depan pemerintah desa dan Polsek Bayan, Pol PP dan puluhan warga masyarakat Sukadana tetap pada pendapatnya, bahwa acara begawe yang akan dilaksanakan dengan memotong kerbau itu, memang perintah dari Sayyidina Ali. “Kalau bapak-bapak mau menyaksikan tunggu saja Sayyidina Ali, sebentar lagi dia akan datang”, kata Narinem dengan logat bahasa Bayan asli.
Namun setelah ditunggu beberapa jam, ternyata Sayyidina Ali yang dimaksud Raminem belum juga datang, sementara masyarakat Desa Sukadana terus berdatangan ke kantor desa. Dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihak Polsek Bayan langsung membawa Narinem bersama suaminya A. Nurmaya (60) ke Sektor Bayan.
Kepala Desa Sukadana, menyarankan agar Nurinem tidak perlu melakukan acara begawe, yang memang dilarang oleh para tokoh adat setempat. Jangan sampai masalah ini merasahkan warga.
Namun tampaknya tekad Raminem sudah bulat melaksanakan perintah yang disebut dari Sayyidina Ali itu, sehingga saran yang diberikan baik dari kepala desa, maupun dari petugas enggan diterima. Dan untuk mengamankannya, pihak kepala desa terpaksa melakukan penitipan sementara di Polsek Bayan. “Kami terpaksa melakukan penitipan sementara terhadap Narinem, untuk menghidari dari hal-hal yang tidak kita inginkan, sampai dirinya berjanji tidak akan melaksanakan acara begawe itu”, kata Sojati.
Kejadian ini sebenarnya sudah berulangkali dilakukan Raminem. Pertama kali pada bulan juni 2009, masyarakat dihebohkan dengan perdukunan Mardin dan aliran bedatuan, yang dilakukan oleh anak dari Raminem. Namun pada saat itu kejadiannya mampu diredam, karena pihak yang mengikuti dan menyebarkan ajaran itu siap menanda tangani surat pernyataan, bahwa dirinya tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, dan siap ditindak sesuai hukum yang berlaku atau dikucilkan keluar daerah.
Dan tepat pada bulan juni 2010 atau tahun ini, ajaran bedatuan inipun kembali merebak di tengah-tengah masyarakat, bahkan sampai berani melanggar adat-istiadat yang berlaku di Bayan, seperti pelarangan acara begawe sampai menunggu perbaikan masjid kuno semokan selesai.
Kapolres Lombok Barat melalui Kapolsek Bayan, Ipda. Kadek Metria, ketika dikonfirmasi, membenarkan kejadian tersebut.
Lebih jauh Sojati mengatakan, memang acara gawe khitanan dan ngurisan, belum dilakukan, akan tetapi surat undangannya sudah disebar. Padahal semua tokoh adat yang ada di Desa Sukadana sudah melarangnya, agar sebelum perbaikan masjid Kuno Semokan selesai, tidak dilakukan dulu acara begawe, namun Raminem melanggar aturan adat tersebut, sehingga maresahkan masyarakat.
Sementara menurut penjelasan Kepala Dusun, Ruak Bangket Desa Sukadana, Niranom, yang mengaku pernah mendatangi Raminem di rumahnya bersama beberapa kepala dusun dan tokoh masyarakat Sukadana mengatakan, bahwa yang paling menjengkelkan adalah semua tokoh adat dinilai kurang benar, sehingga dirinya berusaha meluruskan ajaran itu dengan ajaran yang diterima dari Sayyidina Ali, yang meminta agar dia mengadakan acara pesta pada bulan ini, padahal menurut adat, itu tidak diperbolehkan sebelum masjid kuno selesai diperbaiki. “Raminem memang tidak mau dilarang, sehingga apa yang akan dilakukan ini cukup membuat warga resah”, kata Niranom.
Jumadi, Kepala Dusun Segenter mengaku heran atas pendapat Raminem yang menyebut bahwa acara yang akan dilakukan ini (begawe) karena ada perintah dari Sayyidina Ali, yang konon tinggal di Gunung Kukus Batua, yang terletak di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. “Ali bin Abi Tholib itu adalah sahabat Nabi Muhammad Saw, dan sudah lama meninggal, kok dalam hal ini membawa nama-nama sahabat Nabi, kan ini ajaran yang menyesatkan”, tegasnya.
Akibat dari pengakuannya itu, sehingga pihak pemerintah desa bersama petugas Polsek Bayan memanggil Raminem ke kantor desa, senin kemarin, untuk diminta klarifikasi tentang pengakuannya menerima perintah dari Sayyidina Ali.
Raminem, di depan pemerintah desa dan Polsek Bayan, Pol PP dan puluhan warga masyarakat Sukadana tetap pada pendapatnya, bahwa acara begawe yang akan dilaksanakan dengan memotong kerbau itu, memang perintah dari Sayyidina Ali. “Kalau bapak-bapak mau menyaksikan tunggu saja Sayyidina Ali, sebentar lagi dia akan datang”, kata Narinem dengan logat bahasa Bayan asli.
Namun setelah ditunggu beberapa jam, ternyata Sayyidina Ali yang dimaksud Raminem belum juga datang, sementara masyarakat Desa Sukadana terus berdatangan ke kantor desa. Dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihak Polsek Bayan langsung membawa Narinem bersama suaminya A. Nurmaya (60) ke Sektor Bayan.
Kepala Desa Sukadana, menyarankan agar Nurinem tidak perlu melakukan acara begawe, yang memang dilarang oleh para tokoh adat setempat. Jangan sampai masalah ini merasahkan warga.
Namun tampaknya tekad Raminem sudah bulat melaksanakan perintah yang disebut dari Sayyidina Ali itu, sehingga saran yang diberikan baik dari kepala desa, maupun dari petugas enggan diterima. Dan untuk mengamankannya, pihak kepala desa terpaksa melakukan penitipan sementara di Polsek Bayan. “Kami terpaksa melakukan penitipan sementara terhadap Narinem, untuk menghidari dari hal-hal yang tidak kita inginkan, sampai dirinya berjanji tidak akan melaksanakan acara begawe itu”, kata Sojati.
Kejadian ini sebenarnya sudah berulangkali dilakukan Raminem. Pertama kali pada bulan juni 2009, masyarakat dihebohkan dengan perdukunan Mardin dan aliran bedatuan, yang dilakukan oleh anak dari Raminem. Namun pada saat itu kejadiannya mampu diredam, karena pihak yang mengikuti dan menyebarkan ajaran itu siap menanda tangani surat pernyataan, bahwa dirinya tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, dan siap ditindak sesuai hukum yang berlaku atau dikucilkan keluar daerah.
Dan tepat pada bulan juni 2010 atau tahun ini, ajaran bedatuan inipun kembali merebak di tengah-tengah masyarakat, bahkan sampai berani melanggar adat-istiadat yang berlaku di Bayan, seperti pelarangan acara begawe sampai menunggu perbaikan masjid kuno semokan selesai.
Kapolres Lombok Barat melalui Kapolsek Bayan, Ipda. Kadek Metria, ketika dikonfirmasi, membenarkan kejadian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar