Mataram - Badan Pemeriksa Keuangan mengingatkan PT Daerah Maju Bersaing selaku perusahaan mitra PT Newmont Nusa Tenggara dalam pemanfaatan deviden, segera menyelesaikan laporan keuangan agar tidak menjadi masalah dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Kami ingatkan PT DMB, jika ada laporan keuangan yang belum selesai segeralah bereskan," kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil, di Mataram, Jumat.
Rizal mengaku berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat, terkait kegiatan supervisi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara/daerah itu, sekaligus memantau pelaksanaan pengawasan laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK Perwakilan NTB.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov NTB Tahun Anggaran 2010, BPK memberikan pendapat "disclaimer opinion" atau tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi NTB itu.
BPK menyimpulkan terdapat pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang masih menunjukkan berbagai kelemahan.
Kelemahan tersebut antara lain, terkait ketidaksesuaian penyajian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kelemahan pengadilan intern ketidakpatutan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, ketidakcakupan pengungkapan laporan keuangan yang mengakibatkan tidak dapat diterapkannya prosedur pemeriksaan sehingga mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.
Akun-akun yang mengakibatkan BPK tidak memungkinkan untuk melakukan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk meyakini nilai yang ada dalam laporan keuangan Pemprov NTB per tanggal 31 Desember 2010, yakni aset senilai Rp3,06 triliun, dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang berasal dari PT Daerah Maju Bersaing (DMB) sebesar Rp12,87 miliar.
Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp12,87 miliar di PT DMB itu yang dikehendaki Rizal, agar segera dibereskan permasalahannya.
Menurut Rizal, persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan dana penyertaan modal di perusahaan daerah, sudah ada sejak lama. Namun, belakangan didukung dengan regulasi seperti peraturan daerah.
Pada 20 Februari 2012, DPRD NTB menetapkan raperda penyertaan modal menjadi perda penyertaan modal, yang antara lain untuk PT Jamkrida NTB Bersaing, dan perusahaan daerah lainnya.
"Makanya dengan adanya regulasi, yang belum beres di PT DMB, segeralah dibereskan," ujar Rizal.
Seperti diketahui, PT DMB juga menghimpun dana bagi hasil atau deviden dari kepemilikan 24 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) untuk Pemerintah Provinsi NTB, sebesar Rp82 miliar yang kemudian dilaokasikan dalam APBD Perubahan 2011.
Dana sebesar Rp82 miliar itu telah dimasukkan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dan tengah dibahas di DPRD NTB.
PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah di NTB yakni Pemprov NTB, Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, yang dibentuk untuk mengakuisisi saham divestasi PTNNT.
PT DMB kemudian menggandeng investor mitranya yakni PT Multicapital selaku anak usaha PT Bumi Resources Tbk untuk mengakuisisi saham divestasi itu, dan kini telah menguasai 24 persen saham PTNNT.
Sejak menjadi bagian dari kepemilikan sama PTNNT di penghujung 2009, PT DMB berhak atas dana bagi hasil atau deviden sebesar empat juta dolar AS yang setara dengan sekitar Rp40 miliar.
Setiap tahun Pemerintah NTB akan mendapatkan deviden minimal empat juta dolar AS atau sekitar Rp40 miliar lebih dari PT NNT dan nilai deviden itu tidak tergantung pada keuntungan Newmont.
Nilai deviden sebesar empat juta dolar AS atau setara dengan Rp40 miliar itu yang dibagian kepada tiga pemerintah daerah masing-masing 40 persen untuk Pemprov NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan 20 persen untuk Pemerintah Kabupaten Sumbawa.
Selain itu, pemerintah daerah juga akan mendapat bagian dari dana CSR (dana kepedulian sosial) dan hasil pengelolaan 'smelter' (tempat pengolahan biji tambang).
Dana yang akan segera disetor PT DMB ke kas daerah kemudian dialokasikan dalam APBD NTB Perubahan 2011 itu, merupakan dana deviden dan pemasukan lainnya yang tercatat. (ant)
"Kami ingatkan PT DMB, jika ada laporan keuangan yang belum selesai segeralah bereskan," kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil, di Mataram, Jumat.
Rizal mengaku berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat, terkait kegiatan supervisi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara/daerah itu, sekaligus memantau pelaksanaan pengawasan laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK Perwakilan NTB.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov NTB Tahun Anggaran 2010, BPK memberikan pendapat "disclaimer opinion" atau tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi NTB itu.
BPK menyimpulkan terdapat pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang masih menunjukkan berbagai kelemahan.
Kelemahan tersebut antara lain, terkait ketidaksesuaian penyajian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kelemahan pengadilan intern ketidakpatutan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, ketidakcakupan pengungkapan laporan keuangan yang mengakibatkan tidak dapat diterapkannya prosedur pemeriksaan sehingga mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.
Akun-akun yang mengakibatkan BPK tidak memungkinkan untuk melakukan prosedur pemeriksaan yang memadai untuk meyakini nilai yang ada dalam laporan keuangan Pemprov NTB per tanggal 31 Desember 2010, yakni aset senilai Rp3,06 triliun, dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang berasal dari PT Daerah Maju Bersaing (DMB) sebesar Rp12,87 miliar.
Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp12,87 miliar di PT DMB itu yang dikehendaki Rizal, agar segera dibereskan permasalahannya.
Menurut Rizal, persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan dana penyertaan modal di perusahaan daerah, sudah ada sejak lama. Namun, belakangan didukung dengan regulasi seperti peraturan daerah.
Pada 20 Februari 2012, DPRD NTB menetapkan raperda penyertaan modal menjadi perda penyertaan modal, yang antara lain untuk PT Jamkrida NTB Bersaing, dan perusahaan daerah lainnya.
"Makanya dengan adanya regulasi, yang belum beres di PT DMB, segeralah dibereskan," ujar Rizal.
Seperti diketahui, PT DMB juga menghimpun dana bagi hasil atau deviden dari kepemilikan 24 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) untuk Pemerintah Provinsi NTB, sebesar Rp82 miliar yang kemudian dilaokasikan dalam APBD Perubahan 2011.
Dana sebesar Rp82 miliar itu telah dimasukkan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dan tengah dibahas di DPRD NTB.
PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah di NTB yakni Pemprov NTB, Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, yang dibentuk untuk mengakuisisi saham divestasi PTNNT.
PT DMB kemudian menggandeng investor mitranya yakni PT Multicapital selaku anak usaha PT Bumi Resources Tbk untuk mengakuisisi saham divestasi itu, dan kini telah menguasai 24 persen saham PTNNT.
Sejak menjadi bagian dari kepemilikan sama PTNNT di penghujung 2009, PT DMB berhak atas dana bagi hasil atau deviden sebesar empat juta dolar AS yang setara dengan sekitar Rp40 miliar.
Setiap tahun Pemerintah NTB akan mendapatkan deviden minimal empat juta dolar AS atau sekitar Rp40 miliar lebih dari PT NNT dan nilai deviden itu tidak tergantung pada keuntungan Newmont.
Nilai deviden sebesar empat juta dolar AS atau setara dengan Rp40 miliar itu yang dibagian kepada tiga pemerintah daerah masing-masing 40 persen untuk Pemprov NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan 20 persen untuk Pemerintah Kabupaten Sumbawa.
Selain itu, pemerintah daerah juga akan mendapat bagian dari dana CSR (dana kepedulian sosial) dan hasil pengelolaan 'smelter' (tempat pengolahan biji tambang).
Dana yang akan segera disetor PT DMB ke kas daerah kemudian dialokasikan dalam APBD NTB Perubahan 2011 itu, merupakan dana deviden dan pemasukan lainnya yang tercatat. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar