Lombok Utara - Bertambah kompleksnya daftar permasalahan di Gili Trawangan pasca kedatangan pasukan gabungan keamanan melalui operasi gatarin dan tim Fasilitasi yang di Ketuai Kapolda NTB membuat penyelesaian permasalahan semakain rumit. Pendekatan militer yang diharapkan mampu mejembatani komplik juga tidak mampu menemukan titik temu. Hal ini terungkap saat Polda bersama Pemda KLU mengadakan Sosialisasi Kamtibmas dan penjelasan Perijinan di Side Walk Restoran Villa Ombak Gili Trawangan, Selasa (9/8/2011).
Pada kegiatan tersebut dari Polda hadir Wakapolda NTB Kombespol Subagyo, Dir Serse dan Komendan Ops Gili Kombespol Heru, Dir Narkoba Kombespol Mujiono, Kapolres Lobar beserta jajarannya Bagian Keimigrasisian. Sementara dari Pemda KLU hadir tim delegasi yang dibentuk Bupati yaitu Ketua Tim Sekda KLU, simparudin, S.Ip., Assisten II Setda KLU Hj. Marniati, SE, MM. Kabag. Hukum dan Organisasi H. Akhmad Darma, koordinator P3 BPN KLU H. Mardan, dan Kesbangpol linmas KLU. Kedatangan Tim Pemda KLU juga dibarengi dengan rotasi pasukan Pol PP.
Meskipun kegiatan rapat dihajatkan hanya bagi pelaku usaha yang ada di Gili Trawangan saja baik pengusaha lokal maupun pelaku usaha yang klasnya Nasional dan internasional ternyata, hal ini tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk terlibat dan menghadiri pertemuan tersebut dengan maksud mencari kejelasan permasalahan sebenarnya yang dihadapi oleh Masyarakat Gili Trawangan.
Dalam sambutannya Wakapolda NTB Kombespol Subagyo menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi Kamtibnas dan penjelasan perijinan merujuk kepada Keputusan Gubernur NTB Nomor 380 tahun 2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang pembentukan Tim Fasilitasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah NTB (FKPD) 2011, dimana Kapolda selaku ketua tim, Kegiatan ini juga berdasarkan Renops Gili Tertib Gatarin-2011 Nomor : R/Renops/18/VII/2011 tanggal 20 Juli 2011 tentang Penanggulangan Premanisme, Permasalahan Penggeregehan Tanah, peredaran gelap narkotika dan miras di kawasan wisata Gili Trawangan Kec. Pemenang Kab. Lombok Utara Prov. NTB.
Sementara itu Dir Serse dan Komandan Ops Gili Kombespol Heru mengungkapkan bahwa banyaknya pihak yang menentang pelaksanaan operasi Gatarain sesunggungnya merupakan kelompok kepentingan yang berusaha meraup keuntungan melalui tindakan yang illegal dan melawan hukum. Hal ini menurutnya terindikasi dengan munculnya lagu No Pilice No Police (tidak menerima kehadiran polisi, red).
Dikatakan Heru bahwa ada beberapa jenis kejahatan konvensional yang terjadi di Gili Trawangan yaitu, Premanisme dan pungutan liar, illegal miras, psikotropika/narkoba, Korupsi oleh oknum pemerintah dan penggeregehan tanah. Untuk itu lanjutnya ada 3 pendekatan pokok yaitu tertib sosial, tertib keamanan dan tertib Hukum yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi 7-8 pendekatan diantaranya masalah Kependudukan, bangunan, pariwisata, transportasi, tertib satpam dan tertib hak atas tanah. Ia juga menyebutkan bahwa Scurity islands yang dibentuk oleh sekelompk masyarakat merupakan bentuk premanisme.
Pernyataan ini sontak membuat masyarakat Gili Trawangan yang hadir tersinggung sehingga dalam session dialog masyarakat lebih banyak mempertanyakan kebenaran ungkapan komendan Ops Gatarin tersebut. Kepala Desa Gili Indah H. Taufik mempertanyakan keabsahan pernyatan Perwira tersebut seraya mengklarifikasi bahwa semua organisasi yang dianggap melakukan aksi premanisme dan organisasi yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan merupakan inisiatif antara masyarakat sendiri atas permintaan dari pelaku usaha. Apalagi saat itu ungkapnya sedang maraknya pengeboman ikan di sekitar kawasan Tiga Gili yang hampir berbarengan dengan kejadian kasus 171.
Namun, lanjut Kades, kalo memang apa yang telah kami perbuat dan kami yakini sebagai sesuatu yang baik dan bisa memberikan rasa aman serta citra bagi pertumbuhan pariwisata dianggap melanggar hukum silahkan kepolisian untuk membubarkan dengan satu catatan jangan menganggap ada aksi premanisme, lebih-lebih menyatakan pelakunya adalah warga Gili Trawangan, cetusnya seraya mendapat dukungan warganya.
Sampai akhir pertemuan tidak ada titik temu antara Tim Fasilitasi dengan masyarakat, dialog yang terjadi membias ke persoalan Kebersihan lingkungan, air bersih, sampah dan premanisme. Muatan dialog pun justru menambah daftar persoalan dari hanya sekedar persoalan sengketa tanah antara PT. WAH dengan masyarakat menjadi beberapa persoalan sesuai dengan data kepolisian tentang jenis-jenis kejahatan konvensional yang ada di Gili Trawanagan. (DN)
Pada kegiatan tersebut dari Polda hadir Wakapolda NTB Kombespol Subagyo, Dir Serse dan Komendan Ops Gili Kombespol Heru, Dir Narkoba Kombespol Mujiono, Kapolres Lobar beserta jajarannya Bagian Keimigrasisian. Sementara dari Pemda KLU hadir tim delegasi yang dibentuk Bupati yaitu Ketua Tim Sekda KLU, simparudin, S.Ip., Assisten II Setda KLU Hj. Marniati, SE, MM. Kabag. Hukum dan Organisasi H. Akhmad Darma, koordinator P3 BPN KLU H. Mardan, dan Kesbangpol linmas KLU. Kedatangan Tim Pemda KLU juga dibarengi dengan rotasi pasukan Pol PP.
Meskipun kegiatan rapat dihajatkan hanya bagi pelaku usaha yang ada di Gili Trawangan saja baik pengusaha lokal maupun pelaku usaha yang klasnya Nasional dan internasional ternyata, hal ini tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk terlibat dan menghadiri pertemuan tersebut dengan maksud mencari kejelasan permasalahan sebenarnya yang dihadapi oleh Masyarakat Gili Trawangan.
Dalam sambutannya Wakapolda NTB Kombespol Subagyo menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi Kamtibnas dan penjelasan perijinan merujuk kepada Keputusan Gubernur NTB Nomor 380 tahun 2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang pembentukan Tim Fasilitasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah NTB (FKPD) 2011, dimana Kapolda selaku ketua tim, Kegiatan ini juga berdasarkan Renops Gili Tertib Gatarin-2011 Nomor : R/Renops/18/VII/2011 tanggal 20 Juli 2011 tentang Penanggulangan Premanisme, Permasalahan Penggeregehan Tanah, peredaran gelap narkotika dan miras di kawasan wisata Gili Trawangan Kec. Pemenang Kab. Lombok Utara Prov. NTB.
Sementara itu Dir Serse dan Komandan Ops Gili Kombespol Heru mengungkapkan bahwa banyaknya pihak yang menentang pelaksanaan operasi Gatarain sesunggungnya merupakan kelompok kepentingan yang berusaha meraup keuntungan melalui tindakan yang illegal dan melawan hukum. Hal ini menurutnya terindikasi dengan munculnya lagu No Pilice No Police (tidak menerima kehadiran polisi, red).
Dikatakan Heru bahwa ada beberapa jenis kejahatan konvensional yang terjadi di Gili Trawangan yaitu, Premanisme dan pungutan liar, illegal miras, psikotropika/narkoba, Korupsi oleh oknum pemerintah dan penggeregehan tanah. Untuk itu lanjutnya ada 3 pendekatan pokok yaitu tertib sosial, tertib keamanan dan tertib Hukum yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi 7-8 pendekatan diantaranya masalah Kependudukan, bangunan, pariwisata, transportasi, tertib satpam dan tertib hak atas tanah. Ia juga menyebutkan bahwa Scurity islands yang dibentuk oleh sekelompk masyarakat merupakan bentuk premanisme.
Pernyataan ini sontak membuat masyarakat Gili Trawangan yang hadir tersinggung sehingga dalam session dialog masyarakat lebih banyak mempertanyakan kebenaran ungkapan komendan Ops Gatarin tersebut. Kepala Desa Gili Indah H. Taufik mempertanyakan keabsahan pernyatan Perwira tersebut seraya mengklarifikasi bahwa semua organisasi yang dianggap melakukan aksi premanisme dan organisasi yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan merupakan inisiatif antara masyarakat sendiri atas permintaan dari pelaku usaha. Apalagi saat itu ungkapnya sedang maraknya pengeboman ikan di sekitar kawasan Tiga Gili yang hampir berbarengan dengan kejadian kasus 171.
Namun, lanjut Kades, kalo memang apa yang telah kami perbuat dan kami yakini sebagai sesuatu yang baik dan bisa memberikan rasa aman serta citra bagi pertumbuhan pariwisata dianggap melanggar hukum silahkan kepolisian untuk membubarkan dengan satu catatan jangan menganggap ada aksi premanisme, lebih-lebih menyatakan pelakunya adalah warga Gili Trawangan, cetusnya seraya mendapat dukungan warganya.
Sampai akhir pertemuan tidak ada titik temu antara Tim Fasilitasi dengan masyarakat, dialog yang terjadi membias ke persoalan Kebersihan lingkungan, air bersih, sampah dan premanisme. Muatan dialog pun justru menambah daftar persoalan dari hanya sekedar persoalan sengketa tanah antara PT. WAH dengan masyarakat menjadi beberapa persoalan sesuai dengan data kepolisian tentang jenis-jenis kejahatan konvensional yang ada di Gili Trawanagan. (DN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar