Selasa, 21 Juni 2011

Hasil Studi Banding Hanya Bisa Diserap Sepuluh Persen

Lombok Utara - Sebanyak 33 kepala desa se Kabupaten Lombok Utara (KLU) pada Rabu 15 – 18 Juni lalu, melakukan studi banding ke Bandung-Jawa Barat. Namun sayang, hasil studi banding yang menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD), yang masing-masing kepala desa dianggarkan Rp. 6 juta rupiah itu hanya bisa diserap tidak kurang dari 10 persen.
Hal tersebut dikatakan Kepala Desa Sambik Elen Kecamatan Bayan, Muhammad Katur, ketika ditemui selasa sore (21/6/11) dikediamannya di Dusun Lenggorong. Menurutnya studi banding yang dilakukan selama tiga hari itu lebih banyak jalan-jalan bila dibandingkan dengan mengorek ilmu pengetahuan. Kita studi banding di kabupaten Bandung tidak lebih dari empat jam, sementara untuk bimbingan teknisnya paling lama lima jam, dan sisanya hanya diperjalanan”, katanya.
Padahal kata Katur, bila kita ingin mendapat ilmu pengetahuan, kita tidak perlu jauh-jauh ke pulau Jawa. “Karena dengan dana Rp. 6 juta, kita bisa mengundang nara sumber yang ahli dibidangnya, serta perserta pelatihannya bisa dari tingkat RT, kepala dusun dan masyarakat lainnya, sehingga yang memperoleh mamfaatnya bisa lebih banyak”, tegas Katur.
Memang, alasan pemerintah mengajak para kepala desa studi banding untuk pengalokasian dan pemamfaatan dana ADD, karena dihawatirkan banyak kepala desa nantinya akan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya rasa para kepala desa tidak pernah takut diperiksa oleh siapapun termasuk KPK, bila sudah menjalankan program dengan benar sesuai dengan petunjuk teknis (juknis). Jadi hal itu tidak perlu dihawatirkan. Silahkan saja pemerintah berikan desa itu mengelola dana walaupun miliaran rupiah, yang penting juknis dan mekanisme pengelolaannya yang jelas, ketimbang studi banding menghabiskan anggaran ADD”, tegasnya.
Dikatakan, dana Rp. 6 juta yang digunakan studi banding itu, pada dasarnya bisa dimamfaatkan untuk kebutuhan lain yang mendesak ditingkat desa. “KLU memang mau maju, tapi sistemnya yang belum teratur. Lihat saja ketika para Kades se KLU studi banding ke Kudus pada tahun 2010 lalu, untuk melihat cara pembuatan KTP online. Namun hasilnya apa, malah sebaliknya kini pengurusan KTP yang semula diurus ditingkat kecamatan, malah diambil alih oleh kabupaten, sehingga pengurusannya lebih banyak mengeluarkan biaya transfortasi”, jelasnya.
Apakah hasil studi banding yang dilakukan kemarin itu tidak bisa diterapkan ditingkat desa? “Ia kita lihat saja enam bulan kedepan, apakah desa itu akan berubah setelah dilakukan studi banding. Dan saya cukup tertarik ungkapan salah seorang Profesor DR. Sadu, salah seorang wakil rektor IPDN Jatinangor (Jawa Barat) ketika berdialog. Beliu nanya ada berapa program unggulan KLU. Mendengar pertanyaan itu beberapa kepala desa menjawab ada 8 program unggulan. Mendengar jawaban itu, sang professor itu menyarankan, cukup satu program unggulan saja dilakukan sampai tuntas sehingga bisa bersaing dengan kabupaten lainnya ditingkat provinsi”, tutur Katur.
“Pendapat sang professor itu cukup bagus diterapkan. Sebab bila satu program unggulan kita laksanakan sampai selesai, seperti dibidang pariwisata atau lainnya, tentu kedepan KLU akan mampu bersaing dan akan menjadi daerah unggulan”, pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar