Lombok Utara - Dalam Undang-Undang 32 tahun 2004 menyatakan kepala desa diberikan otonomi penuh, sedangkan daerah kabupaten adalah otonomi yang diberikan daerah provinsi dan pusat. Karenanya khusus stap desa tidak perlu di SK-kan Bupati Lombok Utara.
Pernyataan tersebut dikemukakan kepala desa Loloan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, R. Nyakrasana, ketika ditemui Primadona, (22/11). Menurutnya, belakangan ini ada rumor yang berkembang, bahwa stap desa di KLU akan di SK-kan bupati. “Dalam hal ini lebih baik bagaimana pemerintah daerah itu mensejahterakan mulai dari kepala desa bersama semua perangkatnya termasuk kepala dusun dan RT ditingkat bawah, dan itulah yang dimimpi-mimpikan oleh semua kepala desa yang ada di KLU”, tegasnya.
Dalam hal SK, khususnya perangkat desa tidak perlu ada ketentuan dari pemerintah daerah, karena hal itu dapat menimbulkan persoalan baru di tingkat desa. “Satu contoh misalnya, dari mana dasar hukumnya sekertaris desa di PNS-kan, dan ini belum mendapat jawaban yang pasti, hanya alas an yang digunakan karena Permendagri. Padahal bila dilihat jauh lebih kuat UU 32/2004 dari pada Permendagri”, kata R. Nyakrasana kembali menegaskan.
“Satu saja di desa itu diberikan kekuatan (PNS-kan) seperti sekdes, banyak desa bermasalah, apalagi kalau ditambah dengan stap desa diberikan SK daerah. Lalu kalau seperti ini dimana letak kekuatan kepala desa yang diberikan otonomi penuh. Jadi kami yang tergabung dalam AKAD mengingainkan lebih baik mensejahterakan stap desa daripada mengeluarkan SK.”, kata R. Nyakrasana.
Lebih lanjut kepala desa termuda di KLU ini mengatakan, di tingkat desa cukup satu kepemimpinan, sehingga aparatur yang ada di desa tetap loyal terhadap pimpinannya yaitu kepala desa. Selain itu DPRD dan Pemkab KLU, perlu ada penegasan terhadap beberapa stap desa yang mengusulkan SK Daerah, karena kalau terlalu sering para stap desa ke dewan tentu akan banyak mengeluarkan biaya dan energy. “Saya lihat banyak stap desa kita yang berpengalaman, namun kadang-kadang belum mengerti landasan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dalam hal ini perlu ada penegasan baik dari DPRD maupun Pemda KLU, bahwa pemerintah tidak akan bisa mengeluarkan SK untuk stap desa, karena sudah diatur dalam UU 32 dan PP. 72”, ungkapnya.
Selain itu, kata Nyakrasana, yang kita inginkan dari pemerintah adalah beberapa program yang masuk ke desa perlu disampaikan atau disosialisasikan, karena banyak program belakangan ini, kepala desa hanya dijadikan sebagai penonton. Padahal tugas desa mengamankan program untuk mensejahterakan masyarakat. “Sekarang ini banyak program yang masuk ke desa kadang-kadang sudah ditenderkan dari kabupaten, sehingga ada kepala desa yang hanya menjadi penonton, padahal semua program itu tujuannya hanya satu yaitu mensejahterakan masyarakat, karena mustahil sebuah program itu berjalan tanpa bersatunya pemerintah desa dengan masyarakat”, tegas Nyakrasana.
Menyoroti tentang Alokasi Dana Desa (ADD), diharapkan kepada semua kepala desa untuk memberikan hak sepenuhnya kepada kepala dusun untuk menentukan program yang akan dilaksanakan. Karena ADD harus semua masyarakat mengetahui arahnya, sehingga kedepan apapun yang terjadi entah kenaikan dana atau lainnya kita bias pertanggungjawabkan. “Sumbu keamanan di kabupaten Lombok Utara yang masih belia ini adalah kepala dusun. Bila para kepala dusun mampu membina masyarakatnya tentu pejabat pemerintah baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten akan aman. Begitu juga sebaliknya, jika kita mengangkat kepala dusun tanpa ada kekuatan hukum yang jelas, maka non sen pembangunan itu bias berjalan”, jelasnya.
Mulai tahun 2011 mendatang, kepala desa Loloan akan menerapkan serta mensosialisasikan bahwa Loloan adalah milik kita bersama, sehingga maju mundurnya desa itu akan tergantung dari pemerintah desa bersama aparaturnya dengan masyarakat desa setempat. Selain itu antar desa yang satu dengan desa lainnya perlu menjalin kerjasama serta meningkatkan sarana informasi, sehingga semua kepala desa di KLU akan solid melalui Asosiasi Kepala Desa (AKAD) KLU.
Menyinggung soal PNPM Pasca krisis, R. Nyakrasana menilai ada los control, artinya kerjasama Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dengan Fasilitator kecamatan itu belum terjalin baik. “Maunya kita bila ada program, pihak fasilitator perlu memberitahu TPK cara-cara menjemput bola sehingga tidak terjadi los control. Lihat saja misalnya, masih adanya tiga desa yaitu Senaru, Karang Bajo dan desa Sukadana yang tidak mendapat program PNPM Pasca Krisis, padahal kalau kita lihat dari segi ekonomi, desa yang ada di kecamatan Bayan ini adalah sama tidak ada perbedaan yang cukup signifikan”, ujar Nyakrasana.
Nyakrasana mengharapkan, kedepan siapapun yang memegang peran penting di Kecamatan Bayan agar mensosialisasikan program yang masuk dan menjalin kerjasama dengan stailk cokder di tingkat desa dan dusun, jangan sampai ada dusta diantara kita. “Mudah-mudahan kedepan kita bisa membangun pondasi yang kuat dalam segala program pembangunan yang masuk didesa”, pungkasnya.(ari)
Pernyataan tersebut dikemukakan kepala desa Loloan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, R. Nyakrasana, ketika ditemui Primadona, (22/11). Menurutnya, belakangan ini ada rumor yang berkembang, bahwa stap desa di KLU akan di SK-kan bupati. “Dalam hal ini lebih baik bagaimana pemerintah daerah itu mensejahterakan mulai dari kepala desa bersama semua perangkatnya termasuk kepala dusun dan RT ditingkat bawah, dan itulah yang dimimpi-mimpikan oleh semua kepala desa yang ada di KLU”, tegasnya.
Dalam hal SK, khususnya perangkat desa tidak perlu ada ketentuan dari pemerintah daerah, karena hal itu dapat menimbulkan persoalan baru di tingkat desa. “Satu contoh misalnya, dari mana dasar hukumnya sekertaris desa di PNS-kan, dan ini belum mendapat jawaban yang pasti, hanya alas an yang digunakan karena Permendagri. Padahal bila dilihat jauh lebih kuat UU 32/2004 dari pada Permendagri”, kata R. Nyakrasana kembali menegaskan.
“Satu saja di desa itu diberikan kekuatan (PNS-kan) seperti sekdes, banyak desa bermasalah, apalagi kalau ditambah dengan stap desa diberikan SK daerah. Lalu kalau seperti ini dimana letak kekuatan kepala desa yang diberikan otonomi penuh. Jadi kami yang tergabung dalam AKAD mengingainkan lebih baik mensejahterakan stap desa daripada mengeluarkan SK.”, kata R. Nyakrasana.
Lebih lanjut kepala desa termuda di KLU ini mengatakan, di tingkat desa cukup satu kepemimpinan, sehingga aparatur yang ada di desa tetap loyal terhadap pimpinannya yaitu kepala desa. Selain itu DPRD dan Pemkab KLU, perlu ada penegasan terhadap beberapa stap desa yang mengusulkan SK Daerah, karena kalau terlalu sering para stap desa ke dewan tentu akan banyak mengeluarkan biaya dan energy. “Saya lihat banyak stap desa kita yang berpengalaman, namun kadang-kadang belum mengerti landasan perundang-undangan yang berlaku. Jadi dalam hal ini perlu ada penegasan baik dari DPRD maupun Pemda KLU, bahwa pemerintah tidak akan bisa mengeluarkan SK untuk stap desa, karena sudah diatur dalam UU 32 dan PP. 72”, ungkapnya.
Selain itu, kata Nyakrasana, yang kita inginkan dari pemerintah adalah beberapa program yang masuk ke desa perlu disampaikan atau disosialisasikan, karena banyak program belakangan ini, kepala desa hanya dijadikan sebagai penonton. Padahal tugas desa mengamankan program untuk mensejahterakan masyarakat. “Sekarang ini banyak program yang masuk ke desa kadang-kadang sudah ditenderkan dari kabupaten, sehingga ada kepala desa yang hanya menjadi penonton, padahal semua program itu tujuannya hanya satu yaitu mensejahterakan masyarakat, karena mustahil sebuah program itu berjalan tanpa bersatunya pemerintah desa dengan masyarakat”, tegas Nyakrasana.
Menyoroti tentang Alokasi Dana Desa (ADD), diharapkan kepada semua kepala desa untuk memberikan hak sepenuhnya kepada kepala dusun untuk menentukan program yang akan dilaksanakan. Karena ADD harus semua masyarakat mengetahui arahnya, sehingga kedepan apapun yang terjadi entah kenaikan dana atau lainnya kita bias pertanggungjawabkan. “Sumbu keamanan di kabupaten Lombok Utara yang masih belia ini adalah kepala dusun. Bila para kepala dusun mampu membina masyarakatnya tentu pejabat pemerintah baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten akan aman. Begitu juga sebaliknya, jika kita mengangkat kepala dusun tanpa ada kekuatan hukum yang jelas, maka non sen pembangunan itu bias berjalan”, jelasnya.
Mulai tahun 2011 mendatang, kepala desa Loloan akan menerapkan serta mensosialisasikan bahwa Loloan adalah milik kita bersama, sehingga maju mundurnya desa itu akan tergantung dari pemerintah desa bersama aparaturnya dengan masyarakat desa setempat. Selain itu antar desa yang satu dengan desa lainnya perlu menjalin kerjasama serta meningkatkan sarana informasi, sehingga semua kepala desa di KLU akan solid melalui Asosiasi Kepala Desa (AKAD) KLU.
Menyinggung soal PNPM Pasca krisis, R. Nyakrasana menilai ada los control, artinya kerjasama Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dengan Fasilitator kecamatan itu belum terjalin baik. “Maunya kita bila ada program, pihak fasilitator perlu memberitahu TPK cara-cara menjemput bola sehingga tidak terjadi los control. Lihat saja misalnya, masih adanya tiga desa yaitu Senaru, Karang Bajo dan desa Sukadana yang tidak mendapat program PNPM Pasca Krisis, padahal kalau kita lihat dari segi ekonomi, desa yang ada di kecamatan Bayan ini adalah sama tidak ada perbedaan yang cukup signifikan”, ujar Nyakrasana.
Nyakrasana mengharapkan, kedepan siapapun yang memegang peran penting di Kecamatan Bayan agar mensosialisasikan program yang masuk dan menjalin kerjasama dengan stailk cokder di tingkat desa dan dusun, jangan sampai ada dusta diantara kita. “Mudah-mudahan kedepan kita bisa membangun pondasi yang kuat dalam segala program pembangunan yang masuk didesa”, pungkasnya.(ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar