MATARAM, Pos Bali – Selama periode Januari hingga September tahun 2013 ini, Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) RI menangani sebanyak 12.967 orang Warga Negera Indonesia (WNI) bermasalah. Dari jumlah tersebut terdapat 236 warga negara Indonesia di luar negeri yang terancam hukuman mati.
Mereka tersebar di berbagai negara diantaranya, Saudi Arabia sebanyak 37 orang kasus, 73 orang di Malaysia, 19 orang di China, 3 orang di Singapura, dan masing-masing satu orang di Brunei Darussalam serta satu lainnya di negara Uni Emirat Arab.
“Sedangkan, baru ada sekitar 162 orang WNI yang bisa kami bebaskan saat ini. Itupun dengan bantuan para pengacara handal diluar negeri yang kami sewa selama ini,” tegas Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemenlu RI, Tatang Budie Utama, menjawab wartawan disela-sela kegiatan rapat koordinasi Kemenlu dengan Pemerintah Daerah menyangkut penanganan kasus WNI/TKI bermasalah di luar negeri, Minggu malam (8/12), di hotel Santika Mataram.
Ia mengakui, dari sekitar 12.967 WNI bermasalah tersebut, tingkat penyelesaiannya telah mencapai kisaran 73,09 persen. Sedangkan, perkembangan jumlah WNI bermasalah pada 2011 yang ditangani mencapai 38.880 kasus dan penyelesaiannya 80,97 persen.
“Jika dikalkulasi di tahun 2012, maka telah terjadi penurunan kasus menjadi 19.218 kasus dan diselesaikan mencapai 76,86 persen,” kata Tatang Budie Utama.
Di tempat sama, staf ahli Menlu RI bidang Manajemen, Dubes Ibnu Said, mengakui, pihaknya baru pulang dua minggu lalu guna mengurus sebanyak 110 ribu WNI overstay di Saudi Arabia. Dari jumlah tersebut, sekitar kurang lebih 60-an ribu orang diantaranya hingga kini, masih belum bisa dipulangkankan.
“Sebagian dari mereka termasuk warga NTB. Yang umumnya, modusnya melakukan ibadah Umrah dilanjutkan berhaji serta bermukim disana berlama-lama,” tegas Ibnu Said.
Dubes Ibnu Said menuturkan, WNI overstay di Saudi Arabia tersebut lantaran, banyaknya adanya tempat-tempat penampungan ilegal. Di sana, mereka berlindung dan saling menguntungkan antara penampung dan yang dilindungi.
Bahkan, kata Tatang Budie Utama, para penampung orang ilegal tersebut sampai memiliki 17 istri. Laki-laki itu kebanyakan tanpa pekerjaan karena dibutuhkan perempuannya. Karena itu, Kemenlu RI telah bersurat meminta pihak Arab Saudi segera merobohkan penampungan liar tersebut.
“Jadi, jangan heran, jika ada sampai 7.000 anak yang tidak jelas statusnya. Ini karena banyaknya penampungan liar itu,” tegas Tatang lagi.
Saat ini, kata Tatang, banyak pihak yang terus melakukan aksi demo ke kantor Kementerian Luar Negeri tiap harinya guna mendesak dilakukannya pencabutan moratorium pembantu rumah tangga (PRT) ke Saudi Arabia. Mereka memintai uang hingga Rp 381 juta ke salah satu kedutaan asing di luar negeri.
“Modusnya, mereka menggunakan orang suruhan mendemo Kemenlu. Tapi, kami tetap tidak bergeming, yakni akan tetap melaksanakan moratorium TKI khusus PRT meski ada desakan juga dari para PPTKIS,” tandas dia.
Upaya koordinasi dengan pemda di Indonesia termasuk di NTB saat ini, lanjut Tatang, akan terus dilakukan pihak Kemenlu. Tak hanya itu, dalam RUU tenaga kerja yang tengah digodok pihaknya bersama Kementerian Tenagah Kerja akan dimasukkan 12 point penguatan peran Pemda tersebut.
“Langkah kami ini bertujuan agar Pemda juga pro aktif mengawal dan mengecek semua warganya yang hendak bekerja ke luar negri. Kedepan, kami ingin TKI yang dikirim adalah mereka yang memiliki keahlian. Ingat, mainstrame berfikir kita harus seragam baik Pemerintah Pusat dan daerah, yakni tenaga kerja itu adalah aset bukannya modal,” pungkas Tatang yang sempat menjabat Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia itu. rul. sumber berita dan poto: www.posbali.com
Mereka tersebar di berbagai negara diantaranya, Saudi Arabia sebanyak 37 orang kasus, 73 orang di Malaysia, 19 orang di China, 3 orang di Singapura, dan masing-masing satu orang di Brunei Darussalam serta satu lainnya di negara Uni Emirat Arab.
“Sedangkan, baru ada sekitar 162 orang WNI yang bisa kami bebaskan saat ini. Itupun dengan bantuan para pengacara handal diluar negeri yang kami sewa selama ini,” tegas Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemenlu RI, Tatang Budie Utama, menjawab wartawan disela-sela kegiatan rapat koordinasi Kemenlu dengan Pemerintah Daerah menyangkut penanganan kasus WNI/TKI bermasalah di luar negeri, Minggu malam (8/12), di hotel Santika Mataram.
Ia mengakui, dari sekitar 12.967 WNI bermasalah tersebut, tingkat penyelesaiannya telah mencapai kisaran 73,09 persen. Sedangkan, perkembangan jumlah WNI bermasalah pada 2011 yang ditangani mencapai 38.880 kasus dan penyelesaiannya 80,97 persen.
“Jika dikalkulasi di tahun 2012, maka telah terjadi penurunan kasus menjadi 19.218 kasus dan diselesaikan mencapai 76,86 persen,” kata Tatang Budie Utama.
Di tempat sama, staf ahli Menlu RI bidang Manajemen, Dubes Ibnu Said, mengakui, pihaknya baru pulang dua minggu lalu guna mengurus sebanyak 110 ribu WNI overstay di Saudi Arabia. Dari jumlah tersebut, sekitar kurang lebih 60-an ribu orang diantaranya hingga kini, masih belum bisa dipulangkankan.
“Sebagian dari mereka termasuk warga NTB. Yang umumnya, modusnya melakukan ibadah Umrah dilanjutkan berhaji serta bermukim disana berlama-lama,” tegas Ibnu Said.
Dubes Ibnu Said menuturkan, WNI overstay di Saudi Arabia tersebut lantaran, banyaknya adanya tempat-tempat penampungan ilegal. Di sana, mereka berlindung dan saling menguntungkan antara penampung dan yang dilindungi.
Bahkan, kata Tatang Budie Utama, para penampung orang ilegal tersebut sampai memiliki 17 istri. Laki-laki itu kebanyakan tanpa pekerjaan karena dibutuhkan perempuannya. Karena itu, Kemenlu RI telah bersurat meminta pihak Arab Saudi segera merobohkan penampungan liar tersebut.
“Jadi, jangan heran, jika ada sampai 7.000 anak yang tidak jelas statusnya. Ini karena banyaknya penampungan liar itu,” tegas Tatang lagi.
Saat ini, kata Tatang, banyak pihak yang terus melakukan aksi demo ke kantor Kementerian Luar Negeri tiap harinya guna mendesak dilakukannya pencabutan moratorium pembantu rumah tangga (PRT) ke Saudi Arabia. Mereka memintai uang hingga Rp 381 juta ke salah satu kedutaan asing di luar negeri.
“Modusnya, mereka menggunakan orang suruhan mendemo Kemenlu. Tapi, kami tetap tidak bergeming, yakni akan tetap melaksanakan moratorium TKI khusus PRT meski ada desakan juga dari para PPTKIS,” tandas dia.
Upaya koordinasi dengan pemda di Indonesia termasuk di NTB saat ini, lanjut Tatang, akan terus dilakukan pihak Kemenlu. Tak hanya itu, dalam RUU tenaga kerja yang tengah digodok pihaknya bersama Kementerian Tenagah Kerja akan dimasukkan 12 point penguatan peran Pemda tersebut.
“Langkah kami ini bertujuan agar Pemda juga pro aktif mengawal dan mengecek semua warganya yang hendak bekerja ke luar negri. Kedepan, kami ingin TKI yang dikirim adalah mereka yang memiliki keahlian. Ingat, mainstrame berfikir kita harus seragam baik Pemerintah Pusat dan daerah, yakni tenaga kerja itu adalah aset bukannya modal,” pungkas Tatang yang sempat menjabat Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia itu. rul. sumber berita dan poto: www.posbali.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar