Selasa, 30 Oktober 2012

Modifikasi Bahasa Indonesia

 “Kita sering malu bila tidak dapat berbahasa asing dengan baik dan benar. Padahal, kita seharusnya lebih malu bila tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar”. [Agus Dharma, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa]
Penggalan kalimat diatas yang disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ketika memberi sambutan pada acara Puncak Bulan Bahasa dan Sastra sekaligus pencanangan Gerakan Cinta Bahasa Indonesia [GCBI] di Gedung Sasana Utama, TMII cukup sederhana, tapi memiliki makna, yang patut kita renungkan dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda
Dalam ikrar Sumpah Pemuda dinyatakan: “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Zaman telah berubah seiring dengan perkembangan era globalisasi. Perubahan yang terjadi dapat dilihat dari penggunaan bahasa sehari hari, seperti coy, lebay,, alay dan lainnya, tiba-tiba menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari yang sampai saat ini belum ditemukan dalam kamus  bahasa Indoensia.
Penulisan seperti itu paling sering dijumpai di jejaring sosial. Mirisnya penulisan bahasa seperti itu tiba-tiba berkembang pesat bahkan melebihi perkembangan pembangunan bangsa Indonesia kita sendiri. Hal tersebut merupakan wujud nyata pemodifikasian bahasa yang sedang terjadi di masa kini. Penggunaan bahasa yang tidak lazim mulai merambah dan menjamur bak cendawan di musim hujan. Hal tersebut dianggap memenuhi kriteria kondisi gaul remaja zaman sekarang. Disadari atau tidak, atau mungkin benar-benar disadari, bahasa kita semakin mengalami perkembangan yang entah itu terkesan maju atau mundur.
Jika kita amati dari kasus ini, ternyata orang Indonesia sangat kreatif dalam memodifikasi segala sesuatu. Contoh yang sedari tadi dibahas ialah bahasa. Bahasa kita yang telah tertata apik dan sistematis mulai dimodifikasi sedemikian rupa. Modifikasi yang entah hanya sebagai bahan guyonan ataupun benar-benar ada pemodifikasian di dalamnya. Bahkan bahasa modifikasi ini kadang-kadang diucapkan oleh sebagian penceramah agama yang dihormati, seperti coy, lebay dan lainnya. Entah tujuannya untuk menghibur atau hanya sebagai selingan belaka, namun yang jelas kata-kata itu belum masuk dalam kamus bahasa Indoensia.
Penggunaan bahasa yang dilebih-lebihkan ini baru terjadi di era ini, era reformasi. Yang di mana, seharusnya banyak kaum cendekiawan yang semakin cerdas dalam mengolah bahasa, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sebenarnya, bukan masalah dan bukan pula sebuah larangan siginifikan kepada penulisan dan penambahan kosa kata yang ada. Akan tetapi, sebagai masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari, seharusnya kita tetap menjaga dan melestarikan bahasa yang telah mendarah daging selama beratus-ratus tahun.
Bangsa lain saja memperjuangkan bahasanya sampai ke tingkat Internasional. Contohnya saja negara Jepang yang dulu mengajukan diri sebagai bahasa Internasional sebagai bahasa Inggris. Mengapa kita yang pluralis dan multikultural tidak melestarikannya secara obyektif? Seharusnya, kita sebagai bangsa yang merasa berpendidikan wajib menggunakan bahasa sesuai ejaannya, sesuai dengan kaidahnya dan sesuai dengan kebakuannya.
Peraduan globalisasi saat ini juga mulai menciptakan fenomena baru yang lebih kompleks. Kesenangan remaja masa kini dengan budaya negara lain mulai menerapkan bahasa asing pada penggunaan bahasa sehari-hari. Hal ini, ditakutkan akan melunturkan keobyektivitas bahasa.
Hal tersebut tidak dilarang, akan tetapi kita tetap harus mencintai dan membudayakan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jangan melupakan bahasa Ibu yang telah melahirkan kita sebagai manusia yang mengenal bahasa dan cara berkomunikasi yang baik dan benar.
 “Bahasa adalah cermin jatidiri bangsa. Tanpa bahasa, Indonesia bukanlah apa-apa. Dampak  degradasi bahasa tak disadari secara langsung oleh para pemuda sebagai penerus Bangsa. Mau dibawa kemanakah Bangsa ini ke depannya? Siapa lagi kalau bukan kita para pemuda dan seluruh elemen bangsa yang menjaga otentisitasnya dan melestarikan keberadaaannya? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar