Kamis, 11 Oktober 2012

Khutbah Idul Adha 1433 H


الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar, Laailahaillallahuallahuakbar, Allahuakbar, Walillahilhamdu.
Sidang Hari Id yang dirahmati Allah. 
Kita bersyukur kepada Allah SWT, bahwa kita semua dapat hadir shalat Idul Adha ditempat ini. Ada juga diantara saudara-saudara kita, pada Idil Adha tahun yang lalu hadir bersama kita ditempat ini, tetapi sekarang tida hadir disebabkan karena sakit atau meninggal dunia.
Ada dua peristiwa agung dan sakral pada hari raya Idul Adha, yaitu Ibadah haji dan Ibadah Qurban.
Pada tanggal 9 Zulhijjah jamaah haji berkumpul di Padang Arafah menerima pengampunan total dari Allah SWT yang disaksikan oleh seluruh Malaikat. Allah SWT sangat bangga, sangat senang dan sangat gembira menerima kedatangan hambanya. Dalam hadits Qudsi Allah menyatakan :
“Sesungguhnya Allah SWT membanggakan kepada para Malaikat-Nya. Dia berfirman, lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka yang menemui Aku dalam keadaan  kusut masai, lemah lunglali agar dapat mereka menyaksikan beberapa manfaat bagi diri mereka. Saksikanlah wahai para Malaikat-Ku, bahwa sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka”.
Di hadits lain Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa-siapa berhaji karena Allah, dan mereka tidak berbicara yang cabul-cabul/porno dan tidak menyalahi ketentuan Allah, maka mereka kembali seperti bayi yang baru dilahirkan oleh Ibunya (suci bersih tanpa dosa dan noda)”.
Pada hari Raya Idul Adha selesai shalat Id, kita diperintahkan untuk menyembelih hewan Qurban. Dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda kepada Aisyah, ra. “Hai Aisyah, berikanlah qurbanmu dan saksikanlah Qurban itu, karena sesungguhnya bagimu dengan tetesan pertama yang menetes dari darah Qurbanmu diatas tanah, Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu”. Aisyah bertanya : “Ya Rasulullah, apakah untuk kita khususnya atau untuk orang-orang mukmin secara keseluruhan?” Nabi Muhammad SAW bersabda : “Bahkan untuk kita dan untuk orang-orang mukmin secara keseluruhan.”
Dari Ali bin Abi Thalib berkata : “Barang siapa yang keluar dar rumahnya untuk membeli binatang Qurban, maka baginya dengan setiap langkah sepuluh kebaikan, dihapus dari dirinya sepuluh macam kejahatan dan diangkat baginya sepuluh derajat. Apabila dia berbicara untuk membeli hewan Qurban, maka pembicarannya itu adalah sebagai membaca tasbih. Apabila dia membayar kontan hewan Qurban itu, maka baginya setiap dirham tujuh ratus kebaikan. Apabila dia menidurkan hewan Qurban diatas tanah untuk disembelih maka setiap mahluk mulai dari tempat hewan Qurban itu sampai lapisan bumi ketujuh memohonkan dia ampun untuknya. Apabila hewan Qurban itu telah menumpahkan darah, maka Allah menciptakan setiap tetes darahnya sepuluh malaikat yang memohonkan ampun untuknya sampai hari kiamat. Dan apabila dia  membagi-bagikan dagingnya maka baginya dengan setiap suap seperti memerdekakan budak dari cucu Nabi Ismail As.
Rasulullah SAW bersabda :
“Ingatlah, sesungguhnya berqurban itu adalah termasuk diantara amal-amal yang menyelamatkan pemiliknya dari kejahatan/kesusahan didunia dan akhirat.”
Sidang Hari Id yang dirahmati Allah.
Syari’at Qurban dimulai dari peristiwa besar yang dialami oleh nabi Ibrahim As, yaitu ketika para Malaikat yang dipelopori oleh Malaikat Jibril bertanya kepada Allah SWT. Ya Tuhanku, mengapa Engkau memberi gelar kepada Ibrahim dengan Khalilullah (Kekasih Allah) padahal Ia selalu sibuk dengan urusan keluarganya? Allah berfirman : jangan engkau menilai hambaku Ibrahim dengan ukuran lahiriah, tapi lihatlah isi hati dan amal baktinya . Ketika Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah menyembelih putranya Ismail, anaknya yang sangat disanyanginya, beliaupun dengan tabah dan tawakkal menerima perintah itu, sehingga peristiwa itu diabadikan dalam Al-Qur’an.
Firman Allah dalam surat As-Shaffat ayat 102 yang artinya:
“Tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalan mimpi menyembelihmu. Maka bagaimana pendapatmu?, Ia menjawab hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” 
Nabi Ibrahim semakin memantapkan hatinya, begitu pula ismail dan Ibunya Siti Hajar, walaupun setan datang menggoda ketiganya supaya mengurungkan niatnya menyembelih ismail.
Allah berfirman dalam surat As-shaffat ayat 103-106, yang artinya:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pellipisnya (sehingga terbuktilah kesabaran keduanya), maka Kami panggil dia, Hai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”
Melihat peristiwa itu, Malaikat Jibril kagum atas keikhlasan nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah, langsung dia berseru kepada Ibrahim “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Lalu dijawab oleh nabi Ibrahim “La Ilaaha Illallah Wallahu Akbar. Dan Ismailpun menyahut, “Allahu Akbar Walillahil Hamdu”
Kemudian Allah memberikan kabar gembira, menyuruh ibrahim menghentikan pengorbanan anaknya dan Allah berkenan menggantinya dengan seekor domba yang berasal dari surga.
Firman Allah dalam surat As-Shaffat ayat 107-109, yang artinya:
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pijian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”
Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim As dengan putranya Ismail As dan ketabahan istrinya Siti hajar, memberikan contoh kepada kita betapa pentingnya fungsi iman bagi kehidupan keluarga, agar kita dapat  menempatkan kewajiban taat kepada Allah diatas segala-galanya. Artinya ketaatan kepada Allah harus diletakkan diatas kecintaan seorang Ayah kepada Anak dan Istrinya diatas kecintaan harta, kedudukan dan jabatannya. Sebab anjuran dan perintah Allah wajib kita laksanakan dengan tekad yang bulat, tanpa keengganan dan pembangkangan sedikitpun.
Semoga keluarga kita menjadi keluarga yang imani, mendapat siraman hikmah dan rahmat dari Allah SWT. Amin ya Robbal Alamin.
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar,  Walillahilhamdu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar