الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ
اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X
Walillahilhamdu.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
dakwatuna.com - Puja dan Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita
sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat
itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk
menghitung tapi mensyukurinya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut
setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1433 H
seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari
raya qurban. Sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang
menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai
ihram putih sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada
keistimewaan antar satu bangsa dengan
bangsa yang lainnya kecuali takwa kepada Allah. Dan Hari ini juga kita kembali di ingatkan kepada kisah seorang kholilulloh
kekasih Allah SWT, nabi Ibrahim as yang
Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi Ismail as dan
Siti hajar ) dan cintanya kepada Allah.
Alhamdulillah cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat
kita bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
مَعَهُ وَالَّذِينَ إِبْرَاهِيمَ فِي حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ لَكُمْ كَانَتْ قَدْ
“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat
dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah
SWT
Di dalam kitab; Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang
oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya.
Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan
perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk
melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi dan
belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi
yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang
sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke
daerah jazirah Arab. Ibrahim menuju ke
sebuah lembah yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada
pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak
ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari punggung
hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa
berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya
dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari.
Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar terperangah
diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil
bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan
meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan
istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi
pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa
suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah
memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah
yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab,
“benar“. Kemudian istri yang shalihah
dan beriman itu berkata,” kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama
kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus
berjalan meninggalkan mereka.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti
hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi
mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan
ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita lihat banyaknya manusia yang frustasi dalam kehidupan ini atau banyaknya
manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah berikan kepada
mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon (berbaik sangka) kepada
kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah berikan lebih banyak dari pada
siksanya. Oleh karena itu kita harus berbaik sangka kepada Allah karena Allah
menjelaskan dalam hadits qudsi bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata, bersabda
Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan
Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka
Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan
pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya
(amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan
mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku
akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan
berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat Bukhari
dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa
pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya.
Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik
untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki
keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan
harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang
senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia diberi
kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia tidak merasa
dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji dengan penderitaan
atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang
mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk
sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun
dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan
suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah
perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan
membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini bukan untuk
zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman
bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik
sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as meninggalkan istri dan
anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti
hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas
matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan.
Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar
dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis,
kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan.
Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari –
lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu.
Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan
matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari
sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang
tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan
berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu,
barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok
bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar
kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit
Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya,
Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh
kali.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari
kejadian ini..
Yaitu kesungguhan Siti hajar dalam mencari
air di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun
bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha.
Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan
pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan
mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan
Cuma melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah
SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah
berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat
tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang
matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku
seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah
keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan
Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh
api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung
jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya
melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah SWT
dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin
yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali
seseorang itu makan makanan lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil
jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya
sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT berfirman:
حُونَلِتُفْ لَّعَلَّكُمْ كَثِيرًا اللَّهَ وَاذْكُرُوا اللَّهِ فَضْلِ مِن ا وَابْتَغُوا لْأَرْضِفِي فَانتَشِرُوا الصَّلَاةُ قُضِيَتِ فَإِذَا
“Apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.
Al-Jumuah: 10)
ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras,
setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki
yang halal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
berhati-hatilah terhadap barang haram yang
masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali
neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad, murnikanlah
makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya. Demi yang jiwa
Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba melontarkan sesuap
makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan diterima amal kebaikannya
selama empat puluh hari. Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka
api neraka lebih layak membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki dengan barang
haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima Allah akan tetapi dosa
– dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah
SWT
Ketika Ismail bertambah besar, hati Ibrahim
as tertambat kuat kepada putranya. Tidak mengherankan karena Ismail hadir di
kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya.
Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar
disebabkan cintanya itu.
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ
سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS.
Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah bentuk ujian yang telah Allah
berikan kepada beliau. Bagaimana kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu?
Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada
yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin
ujian sebesar ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa?
Ibrahim membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau
mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang
mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang putranya,
apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau hendak membaringkannya
di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim mengambil jalan yang paling baik,
yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya, ketimbang
menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail
dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka
berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan
adalah diri Ismail.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di
ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah
dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti
mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian
ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar
(108): 2,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan
berkorbanlah“
Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar
menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir
miskin. Akan tetapi, secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih
luas.
Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam
menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah
para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan
Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu
ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh
Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet
tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy.
Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya
oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan
Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti
Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari
siang, Yasir dibantai, dan seorang ibu
yang bernama Sumayyah, ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, umat Islam di Mekah ketika itu
juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana
lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh
musyrikin Quraisy, hingga beliau
sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit
sepatu bekas.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi Ismail tidak akan menjadi anak yang
penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan
menjadi seorang yang penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan
nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT
melalui wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya
membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku
yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak semenjak
dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban ini diberikan di
pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat. Karena seseorang yang tidak
mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah
Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti
akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang perlakuan mereka
kepada anaknya. sumber: dakwatuna
semoga rtikelnya bermanfaat bagi umat yahh
BalasHapus