Kisah pilu Tenaga Kerja Wanita (TKW) seolah takkan ada habisnya. Sepanjang masih lemahnya perlindungan dari pemerintah, maka selama itu pula rentetan cerita tragis dialami TKW asal Indonesia akan terus terulang. Sebagaimana dialami Supiani Binti Abdul Salim Aman (26), harus mengalami cacat seumur hidup. Tulang bahu kirinya patah setelah didorong majikan perempuannya dari lantai tiga.
MENJELANG tiba di terminal bus Damri, Supiani menghubungi orang tuanya. Mengabarkan bahwa ia sudah berada di Mataram dan minta dijemput. Sontak seluruh keluarganya kaget atas kepulangan mendadak itu. Turun dari bus, dua anggota polisi berseragam (tidak diketahui dari satuan mana) menjemputnya dan mengantar sampai RT T6 Lingkungan Karang Buaya, Pagutan Timur, Kota Mataram, kediaman orang tuanya. Koceknya melayang Rp 200.000 untuk membayar biaya penjemputan oleh aparat tadi, konon disebut sebagai uang “tebusan”.
Peristiwa itu terjadi tiga hari lalu, tepatnya Rabu (14/6) menjadi pelengkap rangkaian kronologi kepulangannya dari Riyadh, Arab Saudi, tempatnya bekerja menjadi TKW. Ia memilih pulang, Karena tidak tahan dengan perlakuan tak manusiawi dari majikan perempuan, padahal belum genap setahun ia bekerja. Hak – hak sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) tak diperoleh utuh, karena setelah dua bulan di sana sudah mendapat perlakuan kasar. “Saya sering diperlakukan kasar,” Supiani mengawali cerita.
Kejadian tragis itu bermula ketika ia membersihkan kamar sang majikan yang sampai hari ini tak diketahui namanya. Begitu pekerjaan selesai, majikan perempuan datang dan menghardiknya, karena ruangan itu masin bau. “Dia ambil ikat pinggang suaminya, kemudian dicambuk ke badan saya,” kenangnya. Tak puas dengan itu, ia kemudian didekatkan dengan jendela, dan “bruk…”, tubuhnya terjerembab ke halaman rumah akibat dorongan dari majikannnya dari lantai tiga itu. “Setelah itu saya tidak ingat lagi, tiba – tiba sudah di rumah sakit. Selama seminggu saya dikabarkan koma,” tuturnya pilu.
Bahu kanannya robek, tulangnya patah. Ia kemudian dioperasi di rumah sakit itu. Selama di rumah sakit, ia beruntung masih mau dibiayai oleh majikan laki – laki, sampai akhirnya dinyatakan pulih. Dari rumah sakit, ia tidak pulang ke rumah majikan tempatnya bekerja, melainkan disarankan oleh majikan laki – laki itu untuk pulang ke Indonesia. “Saya dibelikan tiket untuk pulang ke Jakarta. Tidak ada uang di tangan. Sampai di Jakarta, saya dikasi uang Rp 1 juta sebagai asuransi. Untuk pulang ke Mataram, semuanya gratis,” bebernya.
Wanita muda ini mengaku masih trauma, karena jahitan di bahunya masih melekat. Menjadi TKW baginya adalah yang pertama sekaligus yang terakhir. Kakaknya, Husnul Yakin pun mendukungnya untuk tetap berada di Mataram. Karena sejak dua bulan di tempat kerja, Husnul sudah mendapat kabar tidak baik. “Saya memang sempat dikabari, dia sering dipukul. Tapi saya minta dia bertahan dulu, siapa tahu penyiksaan itu hanya sebentar,” saran Husnul saat itu. Namun dengan kejadian itu, setidaknya dia bersyukur adiknya bisa pulang hidup – hidup meskipun dengan kondisi cacat.
Apa sebenarnya yang memotivasi hingga memutuskan menjadi TKW, meninggalkan suami dan anaknya? Setelah menikah dengan Koko – suaminya– dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Wulan Lestari, ia berpikir untuk membantu ekonomi keluarga. Difasilitasi Tekong bernama Suhaidi, ia berangkat melalui perusahaan PT Alsyaf Adiwiguna Mandiri NTB. Selama di tempat kerja, ia digaji 800 real per bulan. Sudah ada gambaran nasibnya akan membaik, tapi kenyataanya justru berbalik. Ia menderita, tidak hanya disiksa, jerih payahnya hilang setelah uang 1900 real raib saat kejadian.
Tapi itu hikmah baginya dan kini Supiani berusaha bertahan hidup seadanya di rumah orangtuanya, sembari berjuang membangun hidup bersama keluarganya. (ars) Sumber: www.suarantb.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar