KPK Tindaklanjuti 81 Kasus di NTB
Mataram - Hingga 27 Juni 2011 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menindaklanjuti sedikitnya 81 kasus korupsi di NTB yang bersumber dari pengaduan masyarakat. Tingkat ketaatan dari pejabat NTB dalam melaporkan gratifikasi dianggap masih rendah.
Itu terungkap dalam kegiatan Focus Group Discussion bertema Peningkatan Kapasitas Pemda dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang diselenggarakan oleh Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI di Mataram, Kamis (30/6) kemarin.
Wakil Ketua KPK, M. Jasin, yang dikonfirmasi wartawan usai kegiatan menegaskan bahwa hingga Juni 2011 ini, pihaknya belum pernah sekalipun mendapati adanya pejabat yang melaporkan diri telah menerima gratifikasi dari pihak lain. “Ini masih kosong. Artinya, tingkat ketaatan dari pejabat NTB itu dalam melaporkan gratifikasi demikian rendah,” ujar Jasin.
Berkebalikan dengan laporan dari pejabat, pengaduan dari masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi di NTB yang masuk ke KPK justru sangat banyak jumlahnya. Data yang diberikan Jasin menyebutkan bahwa total surat pengaduan dari NTB yang diterima oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Pengawasan Internal KPK mencapai 905 surat.
Dari sekian banyak pengaduan, ada 81 kasus yang sudah ditindaklanjuti ke internal KPK, 47 kasus ditindaklanjuti ke Kejaksaan dan 38 kasus ditindaklanjuti ke Kepolisian RI. Dari total 81 kasus yang ditangani KPK, bidang pencegahan menindaklanjuti 6 kasus. Bidang lain atau pimpinan menindaklanjuti 9 kasus. Sementara, 66 kasus ditangani oleh bidang penindakan.
Jasin menegaskan, dari total 66 kasus yang ditangani bidang penindakan itu, statusnya saat ini sedang dikaji. “Masuk dalam penyelidikan tentunya,” ujar Jasin. Saat sesi diskusi berlangsung, Jasin juga sempat menyerukan agar pemerintah daerah mulai melakukan transparansi dalam penyusunan dan pencairan anggaran.
Ketua Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI, Prof Farouk Muhammad, mensinyalir banyaknya persoalan korupsi yang dipicu oleh kebutuhan daerah akan dana yang bersumber dari pemerintah pusat. “Jadi daerah – daerah ini berlomba – lomba mencari dana ke pusat,” ujarnya.
Ketergantungan terhadap dukungan anggaran dari pemerintah pusat itu juga disampaikan oleh Wali Kota Bima, H. M. Qurais H. Abidin. Ia menegaskan bahwa untuk mendorong kemajuan daerah, pemerintah daerah tentu harus mencari tambahan dana ke pemerintah pusat. “Kalau tidak, kita tidak bisa bangun daerah ini,” ujarnya. Meski tak menampik banyaknya praktik ‘permainan’ dalam proses penyaluran dana dari pusat ke daerah, namun Qurais menegaskan bahwa praktik itu sulit terlacak. “Susah kita buktikan, karena di sana ada euro ada dollar,” ujarnya.
Sekda Kota Mataram, H. L. Makmur Said, menambahkan bahwa hampir semua daerah punya persoalan yang sama dalam APBD-nya masing -masing. Makmur mengungkapkan, pihaknya sudah dua tahun dihujat oleh DPRD Kota Mataram karena berpegang pada aturan yang mengatakan bahwa gaji DPRD Kota Mataram adalah sesuai cluster rendah. “Akibat strict pada aturan, dua tahun kami dihujat dewan. Sampai diusulkan berhenti,” ujarnya.
Kepala Bappeda NTB, Rosiadi Sayuthi, melaporkan bahwa banyak satuan kerja di NTB yang mengelola dana dekonsentrasi yang tidak menembuskan laporannya ke Bappeda maupun Biro Pemerintahan. Menurutnya, jumlah dana dekon untuk NTB tahun 2010 sebesar Rp 4,39 triliun. Tahun 2011 naik menjadi Rp 4,6 triliun. Ditambah dengan belanja APBD NTB yang mencapai Rp 1,6 triliun tahun ini, maka total anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah di NTB mencapai Rp 6,2 triliun. (aan)sumber:suarantb
Itu terungkap dalam kegiatan Focus Group Discussion bertema Peningkatan Kapasitas Pemda dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang diselenggarakan oleh Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI di Mataram, Kamis (30/6) kemarin.
Wakil Ketua KPK, M. Jasin, yang dikonfirmasi wartawan usai kegiatan menegaskan bahwa hingga Juni 2011 ini, pihaknya belum pernah sekalipun mendapati adanya pejabat yang melaporkan diri telah menerima gratifikasi dari pihak lain. “Ini masih kosong. Artinya, tingkat ketaatan dari pejabat NTB itu dalam melaporkan gratifikasi demikian rendah,” ujar Jasin.
Berkebalikan dengan laporan dari pejabat, pengaduan dari masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi di NTB yang masuk ke KPK justru sangat banyak jumlahnya. Data yang diberikan Jasin menyebutkan bahwa total surat pengaduan dari NTB yang diterima oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Pengawasan Internal KPK mencapai 905 surat.
Dari sekian banyak pengaduan, ada 81 kasus yang sudah ditindaklanjuti ke internal KPK, 47 kasus ditindaklanjuti ke Kejaksaan dan 38 kasus ditindaklanjuti ke Kepolisian RI. Dari total 81 kasus yang ditangani KPK, bidang pencegahan menindaklanjuti 6 kasus. Bidang lain atau pimpinan menindaklanjuti 9 kasus. Sementara, 66 kasus ditangani oleh bidang penindakan.
Jasin menegaskan, dari total 66 kasus yang ditangani bidang penindakan itu, statusnya saat ini sedang dikaji. “Masuk dalam penyelidikan tentunya,” ujar Jasin. Saat sesi diskusi berlangsung, Jasin juga sempat menyerukan agar pemerintah daerah mulai melakukan transparansi dalam penyusunan dan pencairan anggaran.
Ketua Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) Dewan Perwakilan Daerah RI, Prof Farouk Muhammad, mensinyalir banyaknya persoalan korupsi yang dipicu oleh kebutuhan daerah akan dana yang bersumber dari pemerintah pusat. “Jadi daerah – daerah ini berlomba – lomba mencari dana ke pusat,” ujarnya.
Ketergantungan terhadap dukungan anggaran dari pemerintah pusat itu juga disampaikan oleh Wali Kota Bima, H. M. Qurais H. Abidin. Ia menegaskan bahwa untuk mendorong kemajuan daerah, pemerintah daerah tentu harus mencari tambahan dana ke pemerintah pusat. “Kalau tidak, kita tidak bisa bangun daerah ini,” ujarnya. Meski tak menampik banyaknya praktik ‘permainan’ dalam proses penyaluran dana dari pusat ke daerah, namun Qurais menegaskan bahwa praktik itu sulit terlacak. “Susah kita buktikan, karena di sana ada euro ada dollar,” ujarnya.
Sekda Kota Mataram, H. L. Makmur Said, menambahkan bahwa hampir semua daerah punya persoalan yang sama dalam APBD-nya masing -masing. Makmur mengungkapkan, pihaknya sudah dua tahun dihujat oleh DPRD Kota Mataram karena berpegang pada aturan yang mengatakan bahwa gaji DPRD Kota Mataram adalah sesuai cluster rendah. “Akibat strict pada aturan, dua tahun kami dihujat dewan. Sampai diusulkan berhenti,” ujarnya.
Kepala Bappeda NTB, Rosiadi Sayuthi, melaporkan bahwa banyak satuan kerja di NTB yang mengelola dana dekonsentrasi yang tidak menembuskan laporannya ke Bappeda maupun Biro Pemerintahan. Menurutnya, jumlah dana dekon untuk NTB tahun 2010 sebesar Rp 4,39 triliun. Tahun 2011 naik menjadi Rp 4,6 triliun. Ditambah dengan belanja APBD NTB yang mencapai Rp 1,6 triliun tahun ini, maka total anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah di NTB mencapai Rp 6,2 triliun. (aan)sumber:suarantb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar