DPRD Desak Pemda KLU Tarik Anggaran Pengadaan Lahan
Lombok Utara - Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga (bukan Kecamatan Kayangan) dengan tersangka Asisten I Setda Kabupaten Lombok Utara (KLU) SP mendapat sorotan pimpinan dan anggota DPRD setempat. Mereka menilai kasus ini terjadi akibat keteledoran Penitia Sembilan yang terlalu cepat membayar lahan yang masih dalam sengketa. Dewan mendesak Pemda KLU menarik anggaran pengadaan lahan yang sudah diserahkan kepada pemilik lahan.
Ketua Komisi I DPRD KLU Jasman Hadi di ruang kerjanya, Kamis (30/6) kemarin menjelaskan lahan TPA seluas 4 ha lebih itu sebenarnya ada masalah antara keluarga pemilik lahan. Kalau saja ada kemauan baik dari Panitia Sembilan sejak awal masalah ini sudah selesai. Namun, ujarnya pengadaan lahan TPA itu kini ditangani aparat penegak hukum karena digugat pemiliknya.
‘’Kita desak Pemda menarik kembali dana itu, karena itu uang rakyat. Bupati juga harus tegas dengan masalah ini,’’ tandas Jasman. Kalau dana pembelian lahan sekitar Rp 900 juta itu tak bisa ditarik, lanjutnya, harus dilakukan secara paksa agar tak merugikan daerah. Ia menghormati langkah hukum yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang memproses kasus tersebut. Selama proses hukum berjalan ia minta pada Panitia Sembilan untuk menarik dana itu dari pihak penjual untuk menyelamatkan uang rakyat.
Ketua DPRD KLU Mariadi, S.Ag., menyatakan apa yang terjadi dalam pengadaan lahan TPA dinilai merupakan keteledoran Tim Sembilan dalam menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi. Sejak awal DPRD sudah memberi sinyal rencana pengadaan tanah TPA. Dijelaskan ini pelajaran penting untuk berhati-hati dalam pengadaan tanah. Ia berharap pada Kejati NTB kasus tanah ini sebagai pembinaan mengingat Lombok Utara merupakan daerah baru.
Sekretaris Komisi I DPRD KLU Ardianto menilai kasus ini terjadi karena kelalaian pemertintah KLU yang tak meneliti secara cermat status lahan tersebut. Hal ini disampaikan karena sehari setelah dana sebanyak itu diserahkan ke penjual, baru diketahui tanah itu bersengketa. Seharusnya panitia sembilan bersurat ke penjual tanah untuk menarik kembali dana itu mengingat lahan itu masih dalam sengketa. Namun, hal itu tak dilakukan sehingga lahan TPA kini jadi kasus.
Rencana pengadaan lahan TPA pernah dibahas di DPRD KLU yang dihadiri pejabat dari Kantor Lingkungan Hidup (LH), Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) dan Dinas PU Pertambangan dan Energi KLU. Menurut Ardianto saat ia menghubungi Wakil Bupati (Wabup) KLU H.Najmul Akhyar, SH., MH., diperoleh informasi lahan TPA itu tak memiliki sertifikat. Sehingga Pemda KLU tak jadi membeli lahan tersebut. (051)
Ketua Komisi I DPRD KLU Jasman Hadi di ruang kerjanya, Kamis (30/6) kemarin menjelaskan lahan TPA seluas 4 ha lebih itu sebenarnya ada masalah antara keluarga pemilik lahan. Kalau saja ada kemauan baik dari Panitia Sembilan sejak awal masalah ini sudah selesai. Namun, ujarnya pengadaan lahan TPA itu kini ditangani aparat penegak hukum karena digugat pemiliknya.
‘’Kita desak Pemda menarik kembali dana itu, karena itu uang rakyat. Bupati juga harus tegas dengan masalah ini,’’ tandas Jasman. Kalau dana pembelian lahan sekitar Rp 900 juta itu tak bisa ditarik, lanjutnya, harus dilakukan secara paksa agar tak merugikan daerah. Ia menghormati langkah hukum yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang memproses kasus tersebut. Selama proses hukum berjalan ia minta pada Panitia Sembilan untuk menarik dana itu dari pihak penjual untuk menyelamatkan uang rakyat.
Ketua DPRD KLU Mariadi, S.Ag., menyatakan apa yang terjadi dalam pengadaan lahan TPA dinilai merupakan keteledoran Tim Sembilan dalam menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi. Sejak awal DPRD sudah memberi sinyal rencana pengadaan tanah TPA. Dijelaskan ini pelajaran penting untuk berhati-hati dalam pengadaan tanah. Ia berharap pada Kejati NTB kasus tanah ini sebagai pembinaan mengingat Lombok Utara merupakan daerah baru.
Sekretaris Komisi I DPRD KLU Ardianto menilai kasus ini terjadi karena kelalaian pemertintah KLU yang tak meneliti secara cermat status lahan tersebut. Hal ini disampaikan karena sehari setelah dana sebanyak itu diserahkan ke penjual, baru diketahui tanah itu bersengketa. Seharusnya panitia sembilan bersurat ke penjual tanah untuk menarik kembali dana itu mengingat lahan itu masih dalam sengketa. Namun, hal itu tak dilakukan sehingga lahan TPA kini jadi kasus.
Rencana pengadaan lahan TPA pernah dibahas di DPRD KLU yang dihadiri pejabat dari Kantor Lingkungan Hidup (LH), Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) dan Dinas PU Pertambangan dan Energi KLU. Menurut Ardianto saat ia menghubungi Wakil Bupati (Wabup) KLU H.Najmul Akhyar, SH., MH., diperoleh informasi lahan TPA itu tak memiliki sertifikat. Sehingga Pemda KLU tak jadi membeli lahan tersebut. (051)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar