Lombok Utara (Primadona) - Ancaman bencana di di Kabupaten Lombok Utara (KLU) perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Gejala ini dampak dari perubahan iklim global selama 10 tahun terakhir ini di NTB sudah mulai terasa. Khususnya di KLU seringkali terjadi banjir dan longsor, seperti yang masih segar di ingatan kita kejadian longsor diawal tahun 2009 lalu, yang terjadi di Desa Bentek, Jenggala dan Gengelang dimana saat itu sungai Segara meluap, dan banjir bandang serta longsor dikawasan hutan Pandan Mas telah menelan kerugian rumah, ternak , jalan, jembatan dan irigasi rusak.
”Disamping banjir dan longsor, ancaman bencana lainnya berupa kekeringan yang seringkali dialami wilayah Kecamatan Bayan sehingga terjadi rawan pangan. Demikian juga dengan gunung Rinjani sebagai gunung berapi yang masih aktif dapat saja meletus sewaktu-waktu”, ungkap Direktur Koslata, Sulistiyono, pada saat dialog bersama insan pers di Tanjung (15/4) kemarin.
Menurut Sulis, kejadian bencana yang seringkali terulang, membuat warga masyarakat korban menganggapnya sebagai hal yang lumrah. “Umumnya, warga masyarakat dan pemerintah hanya merespon setelah terjadi bencana, padahal bencana ini bisa dikurangi tingkat resikonya melalui upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan warga yang tinggal di daerah rawan bencana, serta mengurangi kerentanannya”, jelasnya.
Sulistiyono menawarkan solusi, karena mengingat kalangan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana merupakan pihak yang akan mengalami dampak langsungnya, maka uapaya penanggulangannya harus berbasis masyarakat. “Artinya masyarakatlah yang menjadi aktor utama dalam melakukan identifikasi resiko bencana, penyusunan rencana serta pelaksanaan rencana tersebut”, tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial Transigrasi dan Tenaga Kerja KLU, Simparudin SH, mengungkapkan bahwa di bumi “tiok-tata-tunak” sudah sering terjadi bencana seperti banjir bandang, tanah longsor dan musibah kebakaran yang melanda beberapa kecamatan.
Dia mengaku, pihaknya telah berupaya melakukan antisipasi dengan turun ke desa-desa untuk mensosialisasikan langkah dan strategi penanggulangan bencana dan menyiagakan Tenaga Taruna Siaga Bencana (Tagana) serta Tenaga Dapur Umum Lapangan (Dumlap). “Dan kami sudah merencanakan bersama antar dinas dan lembaga terkait dalam rangka strategi penanggulangan bencana”, tutur Simparudin yang juga mantan camat Gangga ini.
Sedangkan Jauhari, Kepala Desa Gondang mengatakan, bahwa bencana ini terjadi karena banyaknya lingkungan hutan kita yang dibabat oleh oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab. “Bertruk-truk kayu diangkut oleh mobil ke luar KLU, namun belum ada tindakan nyata dari para petugas terkait, akibatnya banyak hutan kita yang gundul yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana, entah itu longsor, banjir bandang atau bencana-bencana lainnya”, uangkapnya.
Karenanya, Jauhari berharap kepada masyarakat dan petugas yang berwewenang untuk saling bahu-membahu menjaga hutan di KLU. “Jangan dengan alasan tidak ada, lalu hutan kita dibiarkan dibabat habis, toh juga kita yang akan menanggung resikonya”, pungkasnya. (M.Syairi)
Menurut Sulis, kejadian bencana yang seringkali terulang, membuat warga masyarakat korban menganggapnya sebagai hal yang lumrah. “Umumnya, warga masyarakat dan pemerintah hanya merespon setelah terjadi bencana, padahal bencana ini bisa dikurangi tingkat resikonya melalui upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan warga yang tinggal di daerah rawan bencana, serta mengurangi kerentanannya”, jelasnya.
Sulistiyono menawarkan solusi, karena mengingat kalangan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana merupakan pihak yang akan mengalami dampak langsungnya, maka uapaya penanggulangannya harus berbasis masyarakat. “Artinya masyarakatlah yang menjadi aktor utama dalam melakukan identifikasi resiko bencana, penyusunan rencana serta pelaksanaan rencana tersebut”, tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial Transigrasi dan Tenaga Kerja KLU, Simparudin SH, mengungkapkan bahwa di bumi “tiok-tata-tunak” sudah sering terjadi bencana seperti banjir bandang, tanah longsor dan musibah kebakaran yang melanda beberapa kecamatan.
Dia mengaku, pihaknya telah berupaya melakukan antisipasi dengan turun ke desa-desa untuk mensosialisasikan langkah dan strategi penanggulangan bencana dan menyiagakan Tenaga Taruna Siaga Bencana (Tagana) serta Tenaga Dapur Umum Lapangan (Dumlap). “Dan kami sudah merencanakan bersama antar dinas dan lembaga terkait dalam rangka strategi penanggulangan bencana”, tutur Simparudin yang juga mantan camat Gangga ini.
Sedangkan Jauhari, Kepala Desa Gondang mengatakan, bahwa bencana ini terjadi karena banyaknya lingkungan hutan kita yang dibabat oleh oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab. “Bertruk-truk kayu diangkut oleh mobil ke luar KLU, namun belum ada tindakan nyata dari para petugas terkait, akibatnya banyak hutan kita yang gundul yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana, entah itu longsor, banjir bandang atau bencana-bencana lainnya”, uangkapnya.
Karenanya, Jauhari berharap kepada masyarakat dan petugas yang berwewenang untuk saling bahu-membahu menjaga hutan di KLU. “Jangan dengan alasan tidak ada, lalu hutan kita dibiarkan dibabat habis, toh juga kita yang akan menanggung resikonya”, pungkasnya. (M.Syairi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar