Jumat, 13 November 2009

Rakom Miliki Potensi dan Kekuatan Yang Pasti

Stap ahli pendidikan dan kesehatan kantor Gubernur provinsi Nusa Tenggara Barat, (NTB), Suedaryanto mengatakan, bila potensi radio komunitas dikembangkan maka akan menjadi sebuah kekuatan yang pasti dan memiliki nilai lebih.

Demikian dikatakan di depan puluhan pengurus radio komunitas di Balai Latihan Kesehatan Mataram pada acara pelatihan talk show dan penerbitan bulletin, beberapa waktu lalu. Menurut Suedaryanto yang juga koordinator gerakan tiga A. pada program pemberantasan buta aksara nol, pihaknya akan memamfaatkan rakom debagai media sosialisasi untuk menuntaskan buta aksara.

“Bila program 3 A ini berada di tempat berdirinya rakom kami akan melakukan kerjasama yang bentuk kerjasama bisa ditentukan, seperti Iklan Layanan Masyarakat, mimbar informasi, berita atau dialog”, katanya.

Arti 3A sendiri, lanjut Suedaryanto yaitu, Abstiono (angka buta aksara nol), Adono, angka drouf out pendidikan dasar nol dan Akino atau angka kematian ibu melahirkan nol. Dan 3 A ini merupakan tantangan terberat di NTB, dan tantangannya itu ada di pedesaan termasuk di pelosok-pelosok. “Karena ini merupakan tantangan maka rakom bisa membantu untuk melakukan sosialisai 3 A ke masyarakat”, ungkapnya.

Dan pada akhir-akir ini yang paling dekat adalah buta aksara nol yang akan segera digarap khususnya di pulau lombok ini sangat besar. Jumlah buta aksara menurut data di Dinas Pendidikan NTB, sekitar 316.200 orang. Namun dari data yang masuk dari setiap kabupaten yang baru mencapai 90 persen, jumlahnya meningkat samapi 360 ribu orang yang buta aksara. Dan diperkirakan bila semua datanya sudah masuk jumlahnya akan mencapai 400 ribu orang.

Lebih lanjut Sugianto mengatakan, pada tahun 2009 ini, ada sekitar 100 ribu orang akan dituntaskan, yang jika bertepatan lokasinya dengan radio komunitas, pihaknya akan menjalin kerjasama untu sosialisasi dan pemantauan program buta aksara yang selama ini ditangani oleh Pusat Kegiatan Belajarr Masyarakat (PKBM).

Jumlah angka buta aksara yang ada pada dua tahun terakhir ini tidak berubah. Ini artinya, kata Sugianto, program pemerintah yang dulu uangnya habis tanpa menghasilkan apa-apa. “Itulah yang menjadi keprihatian bersama. Karena unrtuk tahun ini bagaimana caranya uangnya (biayanya) habis tapi buta aksaranya juga tuntas. Dan pada tahun kemarin uangnya habis tapi buta aksaranya juga tidak habis (buta melek hurupnya tidak bertambah”, tuturnya.

Dan untuk memberantas buta aksara ini hanya dilakukan 32 kali pertemuan dan biayanya cukup mahal, bahwa satu program itu biayanya 360 ribu rupiah per orang sampai selesai. Dan jika pada tahun ini kita menuntaskan 100 ribu orang maka biayanya sekitar 36 miliar. “Dan bila dengan biaya ini tidak menurunkan angka statistik buta aksara atau melek aksaranya sama atau tetap itu laksana tukang sulap semuanya hilang tanpa bekas dan itu yang tidak diinginkan terjadi oleh para pelaku 3 A ini”, katanya.

Seodaryanto menambahkan, selain buta aksara nol, juga menjadi sebuah keprihatinan bersama adalah angka kematian melahirkan juga belum tuntas. Ini terjadi karena keterlambatan mendapat perawatan dari para medis . “Cita-cita propinsi NTB, bagaiaman agar buta aksara, angka droup out dan kematian ibu melahirkan bisa dituntaskan, dan disinilah peran rakom untuk membantu pemerintah mensosialisasikan program ini”, pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar