Selasa, 16 Oktober 2012

MI MT Kekurangan RKB, Siswa Terpaksa Belajar di Musalla

Belajar di musalla dan di berugak warga sekitar merupakan salah satu solusi yang diambil oleh tenaga pendidik di Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat (MI-MT) yang terletak di dusun Mandala Desa  Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU).
MI-MT yang termasuk sekolah terpencil ini hanya memiliki dua Ruang Kelas Belajar (RKB) untuk enam kelompok belajar. Dua RKB yang ada terpaksa diskat menjadi 4 kelas,  sementara khusus  kelas VI menempati musalla sebagai tempat belajar. Sedangkan kelas I menempati berugak warga yang ada didekatnya.
“MI MT ini didirikan tahun 2007, dan hanya memiliki dua ruang belajar, yang pembangunannya dibantu oleh pemerintah pusat dan swadaya masyarakat”, kata Hasan Basri, S.Pd,  salah seorang guru setempat ketika menerima pewarta disebuah ruangan sempit yang berukuran 3X2 meter persegi yang dijadikan kontor guru.
Madrsah ini seharusnya diperhatikan oleh pemerintah, karena mengingat satu-satunya lembaga pendidikan dasar yang ada di Dusun Mandala, sementara jarak SD dari dusun ini cukup jauh.  “Untung ada madrasah ini sebagai tempat mendidik ana-anak, seandainya sekolah ini tidak dibangun, kami tidak dapat bayangkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak bisa mengecap pendidikan, karena jarak SD yang cukup jauh”, ungkap Hasan Basri.
Berdirinya MI-MT, lanjut Hasan Basri dilatarbelakangi oleh munculnya kesadaran para tokoh agama, dan tokoh masyarakat Dusun Mandala yang sadar akan pentingnya lembaga pendidikan yang berbasis agama dan mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama secara berimbang.
Perjuangan mendirikan lembaga pendidikan MI-MT di dusun Mandala membutuhkan perjuangan panjang, karena diawali dengan membuka madrasah diniyah sekitar tahun 1987. Dan pada tahun 2006, datanglah tawaran dari pengurus Yayasan Maraqitta’limat (Yamtia) NTB. 
“Pada awalnya masyarakat ragu mendirikan MI, karena yang dipikirkan waktu itu belum ada tenaga pengajarnya. Namun keraguan masyarakat itu sirna setelah salah seorang tokoh masyarakat Mandala yang bernama Amaq Iramaya dengan lantang mengatakan didepan jama’ah. “Ini merupakan tawaran dan kesempatan emas untuk kita berjuang mendirikan tempat mendidik anak-anak kita, jangan sampai kita sia-siakan, dan harus kita jadikan sebagai ladang amal”, kata Sariadi, ketika menceritakan latar belakang berdirinya MI-MT Mandala.
Berbekal keyakinan yang kokoh, masyarakatpun mulai bergotong royong membangun MI-MT secara swadaya. Namun sayang, ketika proses belajar mengajar di MI-MT berjalan, Amaq Iramaya yang menyemangati warga ketika itu berpulang ke rahmatullah. Untuk melanjutkan perjuangannya, dan sesuai dengan hasil musyawarah, maka ditunjuklah salah seorang putranya bernama Saparwadi  sebagai kepala MI-MT untuk menggantikan A. Hazmiyatullah sekitar tahun 2009.
Sejak kepemimpinan Saparwadi, MI-MT Mandala mengalami kemajuan jika dilihat dari jumlah siswa dan tenaga pengajarnya. Dari enam kelompok belajar yang ada,  jumlah siswa MI-MT  86 orang  dengan 8 tenaga pengajar.
Terkait dengan visi dan misi madrasah,  Kepala MI-MT Mandala, Saparwadi mengatakan, sebagai visi MI-MT adalah Mendidik genarasi yang beriman dan bertaqwa (imtaq) dan berpengetahuan serta terampil. Visi tersebut dikembangkan melalui misi yakni mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar, membentuk kepribadian siswa yang beraklak dan berbudaya serta melatih siswa untuk terampil , berdaya saing dan dapat dipercaya.
Pantauan pewarta di MI-MT, sepertinya dianaktirikan oleh pemerintah. Pasalnya, sekolah ini kurang tersentuh program rehabilitasi gedung sekolah. Kondisi bangunannya sangat memprihatinkan, sangat tidak layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. 
“Memang pemerintah pernah memberikan bantuan rehab gedung sekolah,  tapi dananya sangat terbatas sehingga hanya bisa membangun dua lokal kelas. Padahal kami membutuhkan paling sedikit enam ruang kelas dan dan ruang guru, agar kegiatan belajar mengajar lancar,” jelas Mahirana, guru setempat.
Mahirana mengatakan, untuk mengatasi kekurangan ruang kelas, maka pihaknya terpaksa menyulap musalla dan berugak warga setempat menjadi tempat belajar, dan itupun bangku kelas yang digunakan seadanya  “Kami hanya memiliki dua lokal  yang setiap lokalnya kami skat menjadi dua kelas. Memang ada bangunan darurat di lokasi yang baru, namun tidak bisa ditempati, karena disamping ruangannya sempit juga berdebu yang tentu membahayakan kesehatan bagi anak didik”, jelas Mahirana.
Kendati masih kekurangan ruang belajar, namun antusias para gurunya mengajar cukup membanggakan dan patut diacungkan jempol. “Proses belajar mengajar tetap berjalan seperti biasa, bahkan siswa kami pernah meraih juara IV Kalistung tingkat gugus Bayan. Jadi walaupun kekurangan kelas, tapi kami tidak mau kalah dengan sekolah lainnya terutama dalam proses belajar mengajar”, tegas Mahirana.
Hal senada juga diungkapkan Amak Joharni, pengurus yayasan Maraqitta’limat Mandala. “Kentali masih banyak kekurangan, namun semangat para tenaga pengajar dan para siswa yang belajar cukup membanggakan, walaupun honor para gurunya tidak seberapa bila dibandingkan dengan perjuangannya memajukan madrasah ini”, katanya.
Melihat semangat para pendidik ini, lanjutnya membuat dirinya bersama masyarakat terus melakukan upaya-upaya untuk melengkapi kekurangan sekolah. “Kami juga sangat berharap kepada pemerintah baik pusat ataupun daerah  untuk membantu madrasah ini, sehingga kedepan bisa lebih maju dan mampu bersaing dengan sekolah lainnya”, pintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar