Lombok Utara - Setiap kali musim panen tiba, harga jual hasil para petani selalu anjlok. Sebut saja misalnya hasil panen jagung, yang harganya turun ketika petani mulai panen. Demikian juga dengan harga tembakau yang pada setiap kali panen harus mengalami kerugian.
Kendati pemerintah sudah memberikan subsidi entah berupa pupuk atau obat pertanian kepada para petani, tapi itu tidak memiliki arti bila ketika mereka panen harga jualnya rendah. “Lebih baik pemerintah tidak memberikan subsidi, asalkan harga jual hasil petani ditingkatkan di pasaran”, kata M. Katur, salah seorang aktivis petani Kabupaten Lombok Utara ini.
Menurut Katur yang ditemui dikediamannya di Dusun Lenggorong Desa Sambik Elen, Kecamatan Bayan (24/9/12), para petani selalu mengalami kerugian, karena harga hasilnya masih banyak dipermainkan oleh para pengusaha. “Dan ini seharusnya ada solusi dari pemerintah”, katanya.
Harga jagung misalnya, sebelum petani menanam, harga yang ditawarkan cukup tinggi hingga mencapai Rp. 300-350/kwintal. Kemudian pemerintahpun menurunkan bantuan subsidi mulai dari bibit, pemupukan hingga obat-obatan. “Tapi ketika musim panen tiba, harganya anjlok sampai Rp. 150 ribu per kwintal. Petanipun mau tidak mau harus menjual hasilnya untuk menutupi biaya perawatan”, jelas Katur yang juga menjadi Kepala Desa Sambik Elen ini.
Karenanya Katur mengharapkan kepada pemerintah terutama instansi terkait (Dinas Perdagangan-red) untuk mengatur harga ini agar tidak dipermainkan oleh para pengusaha atau tengkulak. “Jadi saya rasa pemerintah tak perlu pusing-pusing menberikan subsidi yang aturan birokrasi rumit, asalkan harga hasil petani tinggi pada setiap kali musim panen”, tegasnya.(sk-010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar