Rabu, 22 Agustus 2012

Komunitas Adat Bayan Gelar Lebaran Adat

Lombok Utara - Kendati Idul Fitri  sudah dilaksanakan umat Islam pada 1 Syawal 1433 H, pada hari minggu lalu secara nasional yang bertepatan dengan tanggal 19 Agustus 2012 lalu, namun komunitas adat Bayan yang tinggal diujung timur Kabupaten Lombok Utara (KLU), pada Rabu (22/8) kembali merayakannya secara adat, atau tepatnya tiga hari setelah Idul Fitri.

Sejak pagi Rabu, terdengar gema takbir, tahlil dan tahmid dari sebuah bangunan tua yang terletak diatas bukit, dan tempat itu dikenal dengan "Masjid Kuno" Bayan Beleq. Masjid yang berukuran sekitar 10 X 10 meter persegi ini tidak ditempati setiap waktu, tapi hanya digunakan pada acara ritual keagamaan, seperti maulid adat, lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, serta acara-acara ritual keagamaan lainnya.

Suasana sholat Id sedikit berbeda dengan kebanyakan umat Islam, terutama dari segi pakaian yang dikenakan. Para kiyai mengenakan kain tenun dengan baju dan sapuk (ikat kepala) berwarna putih, yang terdiri dari empai kiyai kagungan dan ditambah dengan 40 orang yang disebut kiyai santri. 

Empat orang kyai kagungan itu meliputi kyai penghulu yang bertindak sebagai imam dalam shalat, kyai ketib yang bertindak sebagai khotib, kyai lebei yang bertindak sebagai bilal pengumandang adzan, dan kyai modin yang bertindak sebagai merbot dan bertanggung jawab terhadap kebersihan masjid.

Sholat ied adat, di masjid kuno Bayan Beleq baru terlaksana sekitar pukul 11.30 Wita, setelah semua dari 44 kyai lengkap hadir. Sholat dipimpin kyai kagungan penghulu, Amaq Jitrasih (56), yang bertindak sebagai imam sholat.

Khutbah Id kali ini disampaikan oleh Ayasih, salah seorang kiyai santri dengan menggunakan bahasa Arab. Pembacaan khutbah yang dilakukan oleh sang khotib memang sedikit lama yaitu sekitar 30 menit.

“Khutbah yang dibaca sebenarnya tidak terlalu panjang. Tapi karena dibaca dengan sedikit tembang, sehingga memakan waktu lebih setengah jam”, tutur Kertamalip, kepala Desa Karang Bajo.

Seperti diketahui, bahwa penduduk yang tinggal di Pulau Lombok sebegian besar beragama Islam, kecuali Suku Bali beragama Hindu dan Budha dan sebagian kecil beragama Kristen protestan dan katholik. 


Menurut Gedarip, perayaan lebaran adat sudah dilakukan penganut Wetu Telu sejak dulu kala, menjadi kebiasaan turun temurun yang akan pemaliq (menimbulkan hal yang kurang baik) jika tidak dilaksanakan.
Malam sebelum puncak lebaran adat ini, masyarakat adat juga membawa zakat sedekah urip dan sedekah pati berupa hasil bumi, beras, sayur mayur, dan juga buah-buahan ke masjid kuno. Sedekah yang dibawa kemudian dibagikan oleh para kyai adat kepada masyarakat yang berhak menerima.

Layaknya acara syukuran, usai sholat ied di masjid kuno berlangsung, masyarakat di tiap dusun penganut Wetu Telu menyiapkan periapan atau mempersiapkan makanan untuk hajatan. Itu dilakukan di kampu atau sebuah lokasi tertentu yang di lingkari pagar bambu di dusun masing-masing.

Saat makanan ancak sudah siap, para lelaki membawanya ke masjid kuno untuk menghaturkan santapan bagi para kyai. Para kyai menyantap hidangan ancak di dalam masjid kuno.

Setelah mengantar ancak ke masjid kuno, di setiap dusun, periapan juga dilaksanakan di berugak agung bale beleq dan di kampu yang dipimpin masing-masing pemangku adat. Masyarakat menikmati hidangan dengan cara begibung, satu ancak dimakan bersama-sama antara empat sampai enam orang.

”Bagi kami ini merupakan ajang silahturahmi antar sesama masyarakat adat,” kata Sukalim (35), warga komunitas adat wetu telu dari Mapak, Kota Mataram.

Masyarakat Bayan percaya bahwa masjid kuno Bayan Beleq merupakan masjid tertua di Lombok sekaligus penanda masuknya Islam pertama kali di pulau ini. Luas areal kompleks masjid sekitar 1 Hektare, di dalamnya ada dua kompleks makam besar, selain bangunan masjid sendiri. Kompleks makam itu dipercaya sebagai makam pendiri masjid, termasuk makam salah seorang dari sembilan wali (Wali Songo) penyebar Islam di Nusantara.

Bangunan masjid terbuat dari bahan kayu dan bambu, luasnya 10 x 10 meter, berlantai tanah. Di dalamnya terdapat sebuah bedug besar sepanjang 1,5 meter dengan diamater sekitar 80 cm, tergantung tepat di tengah masjid. Sebuah mimbar kayu juga ada di sana di samping tempat imam, di atas mimbar ada ukiran berbentuk seperti gabungan ikan dan burung berkepala naga.

Islam masuk ke Pulau Lombok diperkirakan pada abad ke VI yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri, salah seorang wali songo dari pulau Jawa. Sebelum itu penduduk Lombok menganut paham animisme, kemudian datang agama Budha dan Hindu, serta beransur-ansur beralih ke agama Islam.

Menyoroti tentang pelaksanaan ibadah puasa dan solah Idul Fitri, masyarakat adapt Wetu Telu di Bayan memulai puasanyanya pada tanggal 3 Ramadhan dan berakhir pada tanggal 3 Syawal. Bulan yang tampak dilangit tidak dianggap sebagai dasar penanggalan sebagaimana layaknya umat Islam dengan syari’at murni.

Pelaksanaan sholat Idul Fitri, yang dilaksanakan oleh para kiyai adat Wetu Telu di Bayan, memang tidak ada bedanya dengan pelaksanaan sholat Id pada tanggal 1 Syawal. Hanya bedanya dilaksanakan 3 hari setelah sholat Id umat Islam di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar