Oleh: Adam/ Gita Swara FM
Mungkin tidak semua orang sepakat dengan sedikit ungkapan ringan yang gampang di lontarkan tetapi terasa berat untuk diterapkan. “ Alam Akan Bersahabat dengan Kita Jika Kita Bersahabat dengan Alam “. Tetapi sebaliknya alam akan mengusik manusia jika kita menjamahnya dengan Rakus. “ Tak ada kata lain yang akan terjadi dan akan kita terima yakni bencana. Sepenggal ungkapan diatas saya dapatkan dari pengalaman hidup dan bimbingan sang guru yang tak pernah lelah berkorban untuk muridnya. Guru itu bernama” A L A M”
Lombok Utara dengan Ancaman Bencana
Luas wilayah Kabupaten Lombok Utara 809,53 Km2 dan terbagi menjadi lima kecamatan (Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan, dan Bayan). Jumlah penduduk diatas 207.988 jiwa yang tersebar di 33 desa dan 322 dusun. Secara yuridis Kabupaten Lombok Utara (KLU) terbentuk pada tanggal 21 Juli 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kabupaten Lombok Utara bersentuhan lagsung dengan daerah perbukitan, pegunungan (gunung Rinjani) dan juga lautan yang memiliki potensi dan tingkat acaman bencana yang sangat tinggi. Bahkan sebelumnya terjdi gempa bumi yang dahsyat dan terakhir masih segar dalam ingatan kita bencana banjir bandang di Desa Bentek Kecamatan Gangga awal tahun 2009 lalu.
Ada yang aneh dengan kondisi diatas, semua pihak baik itu pemerintah dan masyarakat sangat menyadari kalau sewaktu-waku bencana alam itu dapat datang tanpa disadari, tetapi hingga saat ini kita masih belum berbenah, seakan terlena dengan fikiran kita, bantuan akan datang jika musibah datang. Tapi jujur bukan itu yang seharusnya kita fikirkan. Yang poin adalah banggaimana kita mengurangi resiko bencana sehingga tidak menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.
Jujur, pemerintah belum memiliki kesungguhan dalam upaya mengatasi ancaman bencana tersebut. Lihat saja lembaga, peyusunan program hingga porsi anggaran khusus belum dimiliki. Bagaimana risiko bencana dapat kita atasi dan kurangi jika faktor pendukung utama belum tertata dengan baik.
Kalau alam ini dapat bicara pasti akan berkata. “ Aku sudah lelah melihat manusia yang rakus, aku sakit, aku terluka. Kurang apa lagi pengorbananku untuk manusia yang tak pernah merasa cukup. Laut Darat dan hutan engkau cabik tanpa belas kasih sayang, jadi jangan salahkan aku jika semua ini harus terjadi…( bencana)
Coba kita tengok, berdasarkan investigasi dan data di beberapa hutan lindung di KLU setidaknya dalam sehari masyarakat menebang pohon tidak kurang dari 300 batang untuk kayu bakar jenis Kusambi, Asam dan Kelanju.
Tak hanya itu pemandangan rutin di jalur lalu lintas KLU juga puluhan truk setiap hari pengangkut kayu melintas dengan rapi seakan tak berdosa. Para sopir truk pengangkut kayu itu mengaku harus merogoh kocek Rp 200 ribu untuk aparat desa. Setiap pos polisi para sopir truk juga berhenti untuk meberikan jatah. “ Jalur kita sudah ditentukan sejak berangkat, kadang melewati Pusuk atau juga lewat jalur utara, uang rokok untuk anggota polisi harus disiapkan Rp 50-100 ribu, “ uncap Arif salah satu sopir truk yang mengaku sudah 10 tahun beroprasi di KLU.
Pemandangan menyedihkan juga terlihat di Dusun Monggal, Desa Genggelang, KLU, tumpukan kayu balok siap angkut juga banyak ditemukan di Dusun Lempajang, dan Dusun Seloka Desa Rempek Kecamatan Gangga. Modus operandi pengakutan juga tergolong cangih, biasanya kayu balok yang diangkut menggunakan truk itu ditutup dengan kelapa dan juga pisang.
Salah satu sumber yang enggan ditulis namanya yang berhasil ditemui belum lama ini mengaku, ratusan kubik kayu yang menumpuk disepanjang jalan dusun Monggal Bawah dan Dusun Monggal Atas berasal dari kayu kebun yang akan dikirim kewilayah Kecamatan Gunung Sari, tetapi belum belum berani diangkut karena pemerintah sedang dalam proses penertiban ijin pengangkutan dan penebangan kayu serta dalam tahap pembuatan perda.
Dengan nada menggelitik terlontar pertanyaan singkat. “ Kok kayu kebun gak habis-habisnya, pada hal setiap hari diangkut dan ditebang?, dengan sedikit gugup dan malu warga setempat tersebut mengalihkan jawabannya. “ Kita hanya ditugaskan membawa turun hingga kejalan oleh pemilik kayu, “ katanya.
Akhirnya ada dua pilihan dan harus kita memilih, Bencana ataukah Bersabat dengan alam?, jawabannya ada pada diri kita sendiri….
Alam akan bersahabat dengan kita jika tidak ada dusta di antara kita……….
Bencana tak akan datang jika munusia tidak Rakus…………..
Wallahu a’lam bis_Showaab
Mungkin tidak semua orang sepakat dengan sedikit ungkapan ringan yang gampang di lontarkan tetapi terasa berat untuk diterapkan. “ Alam Akan Bersahabat dengan Kita Jika Kita Bersahabat dengan Alam “. Tetapi sebaliknya alam akan mengusik manusia jika kita menjamahnya dengan Rakus. “ Tak ada kata lain yang akan terjadi dan akan kita terima yakni bencana. Sepenggal ungkapan diatas saya dapatkan dari pengalaman hidup dan bimbingan sang guru yang tak pernah lelah berkorban untuk muridnya. Guru itu bernama” A L A M”
Lombok Utara dengan Ancaman Bencana
Luas wilayah Kabupaten Lombok Utara 809,53 Km2 dan terbagi menjadi lima kecamatan (Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan, dan Bayan). Jumlah penduduk diatas 207.988 jiwa yang tersebar di 33 desa dan 322 dusun. Secara yuridis Kabupaten Lombok Utara (KLU) terbentuk pada tanggal 21 Juli 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kabupaten Lombok Utara bersentuhan lagsung dengan daerah perbukitan, pegunungan (gunung Rinjani) dan juga lautan yang memiliki potensi dan tingkat acaman bencana yang sangat tinggi. Bahkan sebelumnya terjdi gempa bumi yang dahsyat dan terakhir masih segar dalam ingatan kita bencana banjir bandang di Desa Bentek Kecamatan Gangga awal tahun 2009 lalu.
Ada yang aneh dengan kondisi diatas, semua pihak baik itu pemerintah dan masyarakat sangat menyadari kalau sewaktu-waku bencana alam itu dapat datang tanpa disadari, tetapi hingga saat ini kita masih belum berbenah, seakan terlena dengan fikiran kita, bantuan akan datang jika musibah datang. Tapi jujur bukan itu yang seharusnya kita fikirkan. Yang poin adalah banggaimana kita mengurangi resiko bencana sehingga tidak menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.
Jujur, pemerintah belum memiliki kesungguhan dalam upaya mengatasi ancaman bencana tersebut. Lihat saja lembaga, peyusunan program hingga porsi anggaran khusus belum dimiliki. Bagaimana risiko bencana dapat kita atasi dan kurangi jika faktor pendukung utama belum tertata dengan baik.
Kalau alam ini dapat bicara pasti akan berkata. “ Aku sudah lelah melihat manusia yang rakus, aku sakit, aku terluka. Kurang apa lagi pengorbananku untuk manusia yang tak pernah merasa cukup. Laut Darat dan hutan engkau cabik tanpa belas kasih sayang, jadi jangan salahkan aku jika semua ini harus terjadi…( bencana)
Coba kita tengok, berdasarkan investigasi dan data di beberapa hutan lindung di KLU setidaknya dalam sehari masyarakat menebang pohon tidak kurang dari 300 batang untuk kayu bakar jenis Kusambi, Asam dan Kelanju.
Tak hanya itu pemandangan rutin di jalur lalu lintas KLU juga puluhan truk setiap hari pengangkut kayu melintas dengan rapi seakan tak berdosa. Para sopir truk pengangkut kayu itu mengaku harus merogoh kocek Rp 200 ribu untuk aparat desa. Setiap pos polisi para sopir truk juga berhenti untuk meberikan jatah. “ Jalur kita sudah ditentukan sejak berangkat, kadang melewati Pusuk atau juga lewat jalur utara, uang rokok untuk anggota polisi harus disiapkan Rp 50-100 ribu, “ uncap Arif salah satu sopir truk yang mengaku sudah 10 tahun beroprasi di KLU.
Pemandangan menyedihkan juga terlihat di Dusun Monggal, Desa Genggelang, KLU, tumpukan kayu balok siap angkut juga banyak ditemukan di Dusun Lempajang, dan Dusun Seloka Desa Rempek Kecamatan Gangga. Modus operandi pengakutan juga tergolong cangih, biasanya kayu balok yang diangkut menggunakan truk itu ditutup dengan kelapa dan juga pisang.
Salah satu sumber yang enggan ditulis namanya yang berhasil ditemui belum lama ini mengaku, ratusan kubik kayu yang menumpuk disepanjang jalan dusun Monggal Bawah dan Dusun Monggal Atas berasal dari kayu kebun yang akan dikirim kewilayah Kecamatan Gunung Sari, tetapi belum belum berani diangkut karena pemerintah sedang dalam proses penertiban ijin pengangkutan dan penebangan kayu serta dalam tahap pembuatan perda.
Dengan nada menggelitik terlontar pertanyaan singkat. “ Kok kayu kebun gak habis-habisnya, pada hal setiap hari diangkut dan ditebang?, dengan sedikit gugup dan malu warga setempat tersebut mengalihkan jawabannya. “ Kita hanya ditugaskan membawa turun hingga kejalan oleh pemilik kayu, “ katanya.
Akhirnya ada dua pilihan dan harus kita memilih, Bencana ataukah Bersabat dengan alam?, jawabannya ada pada diri kita sendiri….
Alam akan bersahabat dengan kita jika tidak ada dusta di antara kita……….
Bencana tak akan datang jika munusia tidak Rakus…………..
Wallahu a’lam bis_Showaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar