Jumat, 20 Juni 2014

Penarikan Retribusi Kapal Cepat, Pemda Dinilai Tak Punya Inisiatif

Lombok Utara - Penarikan retribusi wisatawan asing yang menggunakan "fastboat" ke 3 Gili hingga kini belum dapat diterapkan Pemda KLU dengan beragam alasan. Namun demikian, pihak Koperasi Karya Bahari (KKB), sebaliknya menuding Pemda justru tak punya inisiatif untuk melakukan penarikan sehingga menyebabkan menguapnya retribusi dari wisatawan asing yang mengunjungi kawasan wisata 3 Gili - Lombok Utara.

Menjawab ancaman Pemda KLU bahwa KKB akan ditertibkan dalam konteks penarikan "charge" masuk ke 3 Gili, Ketua KKB Pemenang, Abdullah Daeng Tola, kepada wartawan di kantornya, kemarin, mengemukakan pihaknya akan menghormati keputusan tersebut. Namun demikian, ia meminta agar Pemda menganalisa lebih jauh konteks penarikannya.

"Betul kalau Pak Bupati mengatakan KKB tidak berhak menarik retribusi, tapi yang boleh hanya penarikan kompensasi, dan itu yang kami lakukan. Jenis penarikan itu ada 3, retribusi, kompensasi dan donasi," ungkap Daeng.

Mengacu pada ketiga konteks penarikan itu, penarikan retribusi diatur oleh Perda dan hanya Pemdalah yang berhak. Sedangkan kompensasi diatur oleh kesepakatan kerjasama dan donasi didasari oleh keikhlasan donatur. Kompensasi yang ditarik oleh Koperasi Karya Bahari kepada wisatawan, dibenarkan sejumlah Rp 20 ribu per wisatawan penumpang fastboat.

Dikatakan Daeng, penarikan kompensasi awalnya dilakukan oleh Blue Water, kurun waktu 5 tahun lalu. Sebagai organisasi masyarakat berwadah Koperasi, KKB kemudian mengambil alih. Saat ini, KKB telah menjalin kesepakatan kerjasama (kompensasi) dengan 13 kapal cepat - umumnya kapal dari Bali. Lantas kemanakah KKB mengalokasikan dana yang diserap dari wisman itu?

"Dana itu kami salurkan berdasarkan kesepakatan, antara lain ke induk (koperasi) selaku penanggung jawab kapal, admin koperasi, kebersihan, pendidikan, tamu, boatman dan kami sisipkan sebagai dana cadangan," ungkapnya.

Perkara bahwa dana ini kemudian mengundang kecemburuan Pemda dan menuding KKB bertindak di luar ketentuan, Daeng justru melihat tidak adanya upaya dari Pemda KLU (baca: Dishubparkominfo). Daeng mengakui, pernah menawarkan agar penarikan retribusi diserahkan ke KKB sebagai lembaga kepercayaan Pemda. Namun KKB harus diberi wewenang penuh, terutama untuk menindak tegas wisatawan agar bersedia mengeluarkan retribusi. Fakta bahwa banyak wisatawan langsung dari Bali ke 3 Gili tak memberi kontribusi PAD sesuai Perda, Daeng justru menuding potensinya lebih besar lagi.

"Tak hanya wisman asal Bali saja, tapi tidak diawasi juga wisatawan yang masuk melalui Teluk Nara, Teluk Kodek, Senggigi dan tamu-tamu hotel lainnya. Saya dulu pernah menawarkan KKB yang menarik, cukup beri kami 10 persen karena kami harus mengerahkan tenaga," cetusnya sembari menyebut alternatif solusinya tak digubris.

Sebelumnya, Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH., tegas menyebutkan tak ingin lagi melihat pemasukan PAD dilakukan Koperasi (KKB). "Tidak boleh lagi retribusi ditarik oleh Koperasi, untuk itu Koperasi akan saya stop," katanya.

Djohan Sjamsu mempertanyakan kewenangan apa yang dimiliki Koperasi sehingga harus menarik kontribusi dari wisatawan asing. "Daerah saja untuk memungut harus ada Perda, sedangkan Koperasi tidak ada peraturannya. Ini yang akan kita perbaiki ke depan," kata Djohan Sjamsu. (ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar