Selasa, 25 September 2012

Awig-Awig Ditaati, Hutan Adat Mandala Lestari

Lombok Utara - Awig-awig atau hukum adat yang terkait dengan pelestarian hutan yang dibuat oleh komunitas adat Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara cukup sederhana, tanpa ada BAB, Pasal ataupun ayat, seperti Undang-Undang yang dibuat Negara. Namun bagi masyarakat adat awiq-awiq yang berisi beberapa pesan  tersebut pantang untuk dilanggar sehingga semua hutan adat kelestraiannya tetap terjaga sepanjang masa.

R. Sugeti, S.Sos
Ini sangat berbeda dengan Undang-Undang, PP ataupun Perda yang mengatur tentang hutan, yang seringkali dilanggar oleh oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab. Akibatnya banyak hutan negara yang dijaga oleh petugas dirambah tangan-tangan usil yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa memikirkan dampak bencana yang akan ditimbulkan.

Kepala Desa Bayan, R. Sugeti, S.Sos mengatakan, masyarakat Desa Bayan masih menjaga warisan kebijakan menjaga Hutan Adat Mandala. Hutan adat itu berada di atas wilayah desa dengan ketinggian antara 400 dan 500 meter di atas permukaan laut 

Dalam awig-awig, adat melarang penebangan pohon, bahkan sekadar memanfaatkan ijuk yang jatuh ke tanah.  Agar warga ikut menjaga hutan, ada awig-awig (pemali) sebagai aturan lisan. Awig-awig pelindung itu berbunyi ”barangsiapa sengaja atau tidak sengaja menebang pohon, akan mendapatkan sanksi. Sanksi 1 ekor kerbau, 244 kepeng, 1 kuintal beras, 1 ekor ayam, dan kelapa secukupnya. Jika masih melanggar, akan diusir dan diasingkan dari Bayan”.

Tradisi itu diperkokoh dengan keyakinan bakal ada kutukan bagi pengusik hutan. Kekhawatiran itu bermanfaat dalam penjagaan Hutan Adat Mandala. Dan untuk mengawasi hutan adat yang ada di Kecamatan Bayan, dibuat petugas khsusus yang dikenal dengan Mak Lokak Perumbak Daya.

Untuk melestarikan hutan adat dan memelihara sumber mata air, lanjut R. Sugeti, setiap tahun dilakukan program penghijauan di beberapa hutan adat di Desa Bayan.Demikian juga dengan awig-awig yang ada terus diperketat. “Kalau ada yang coba-coba menebang kayu dihutan adat, kami denda dengan mengeluarkan seekor kerbau, dan itu dilakukan setelah melakukan musyawarah dengan para tokoh adat”, jelasnya.

Dikatakan, awig-awig yang berkaitan dengan hitan adat, pada tahun 2006 sudah disusun menjadi sebuah Peraturan Desa (Perdes) termasuk gunja (pajak adat) yang setorkan setiap kali panen ke penjaga hutan adat.

Selain itu, lanjut, R. Sugeti, upacara adat untuk memanjakan Hutan Adat Mandala juga rutin dilakukan. Salah satunya adalah tradisi selamet olor. Upacara itu diadakan saat masyarakat hendak memanfaatkan air dari Sungai Rea untuk mengairi sawah pada saat musim tanam.

Sebelum ritual, mereka berdoa secara Islam dan dilanjutkan dengan sesaji pada leluhur. Ritual ini membuat perusak berpikir hutan dilindungi arwah leluhur dan jin alim sehingga berkurang keinginannya merusak hutan.

Salah satu buah yang dapat dipetik dari tegaknya awig-awig hutan adat Mandala ini adalah keberhasilannya meraih juara I pada lomba Pelindungan Mata Air (Permata) baik ditingkat provinsi maupun ditingkat nasional. Dan oleh Deputi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup menjadikan hutan adat Mandala menjadi pailot proyek dalam menjaga hutan dan sumber mata air, yang pada tahun 2012 ini hutan tersebut akan dipagar dengan kawat berduri.

Kedepan, kata R. Sugeti, akan memprogramkan bagi masyarakat makan buah salak bersama yang bijinya akan ditanam keliling oleh warga.  “Nanti kita akan siapkan 1-2 kwintal buah salak untuk kita makan bersama dengan masyarakat, dan bijinya langsung ditanam keliling oleh warga itu sendiri. Dan ini tentu butuh bantuan dan dukungan dari pemerintah. Dan hutan inillah warisan leluhur untuk kita pertahankan”, pungkasnya. Baca: www.suarakomunitas.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar