Mataram - Kasus demi kasus yang menimpa TKI/TKW di luar negeri terus bermunculan. Setelah kasus Ruyati binti Satubi yang dieksekusi hukuman pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu, sejumlah TKI/TKW asal NTB juga bernasib serupa. Salah satunya menimpa Fathul Mubarok bin Faesal Alidi (27) warga Kebun Jeruk, Desa Gapuk, Lombok Barat (Lobar).
Menurut Koordinator Perkumpulan Panca Karsa Mataram Endang Susilowati dalam pertemuan dengan Asisten I (Tata Praja dan Aparatur) Setda NTB H. Nasibun, SH, MTP, di Kantor Gubernur NTB, Kamis (23/6) kemarin, Fathul Mubarok ditemukan tewas di sebuah perkebunan dan diduga dibuang bekas majikannya di Kota Tabuk Arab Saudi dengan bekas tembakan di dada tanggal 21 Agustus 2010 lalu.
Kedatangan Endang ini didampingi beberapa keluarga TKI/TKW yang sedang menghadapi permasalahan hukum di Malaysia dan Arab Saudi. Mereka diterima Asisten I (Tata Praja dan Aparatur) Setda NTB H. Nasibun, SH, MTP, didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB Ir. Mokhlis, MSi, dan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) NTB Komang Subadra.
Almarhum, ujarnya, bekerja sebagai sopir pada keluarga Ahmad Suwailim Awad Saman Tabuk. Korban diduga dibunuh bekas keluarga majikannya. Ironisnya, jenazah almarhum selama 6 bulan tersimpan di kamar jenazah Rumah Sakit King Kholid Tabuk Arab Saudi.
Keberadaan jenazah almarhum yang berangkat ke Arab lewat PT. Dasa Graha Utama (PPTKIS yang memberangkatkan Ruyati binti Satubi) tersebut diketahui pihaknya, setelah ada informasi dari warga Lombok yang bekerja di Tabuk lewat internet.
Sementara pihak keluarga H. Juani meminta pemerintah memperhatikan nasib anggota keluarganya yang tewas tertembak di Arab Saudi. Keluarga Fathul Mubarok menuntut permohonan maaf pada pelaku penembakan dengan membayar uang maaf Rp 1 miliar pada keluarga yang ditinggalkan. Sementara pemakaman di Arab Saudi tinggal menunggu persetujuan keluarga.
Selain jenazah Fathul Mubarok, dua jenazah TKW lainnya yang masih disimpan di kamar jenazah adalah Warni binti Mahrip Sahmin warga Dusun Dasan Baru Desa Ubung Lombok Tengah. Warni bekerja di rumah Hamud Hiyad Awad Al Anizi Tabuk selama 2 bulan. Tidak tahan dengan perlakuan pihak majikan, Warni akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara terjun dari rumah majikan Jumat (4/6/10). Jenazah telah dipulangkan bulan Maret 2011.
Nasib serupa, lanjut Endang, juga dialami Nurul Alfiah binti Muhtar Lano asal Lombok Tengah. Almarhumah berangkat lewat PT. Prima Duta Jakarta sebagai pembantu rumah tangga di rumah Eid Salman Khadar Al Huwaiti Tabuk. Nurul meninggal karena sakit dan dibawa majikan ke rumah sakit pada bulan Oktober 2010.
Hukuman Mati
Kasus lain yang perlu mendapat perhatian serius, ungkapnya, adalah kasus yang menimpa seorang TKI asal Kampung Kertasari Simpang Klanir Seteluk Sumbawa Barat atas nama Edy Saputra alias Supriadi. Pemuda ini terancam hukuman gantung di Kuching Malaysia. Edy yang bekerja di ladang sawit Kuching ini dituduh membunuh warga negara Malaysia ZChai Joon Bui 29 Juli 2006 di Kuching.
Sejak 15 Maret 2007, Edy menjalani sidang sebanyak tujuh kali. Enam kali di Mahkamah Rendah dan sekali sidang di Mahkamah Tinggi Kuching. ‘’Ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan sampai terulang kasus pancung Ruyati yang mana Pemerintah Indonesia tidak tahu,’’ ujarnya mengingatkan.
Kasus lainnya yang memerlukan perhatian pemerintah adalah kasus hukum yang menimpa Samsul Hakim (23) Dusun Tempos Gerung Lobar dan Marahum (30) Banyu Urip Lobar yang dituduh mencuri HP dan kalung seberat 5 gram. Keduanya kini menjalani hukuman penjara selama 15 tahun dengan pemotongan masa penahanan 5 tahun. Satu lagi Muhammadun (40) warga Gelogor, Lobar yang sudah menjalani hukuman 9 tahun dari 10 tahun masa penahanan.
Tidak hanya itu, ada 3 warga NTB disimpan selama 6 bulan di kamar jenazah Rumah Sakit King Kholid Tabuk Arab Saudi, akibat ditembak, bunuh diri dan sakit. Kasus ini diketahui secara tidak sengaja oleh warga Lombok di Tabuk dan memberikan informasi kepada pihak PPK lewat chatting di internet.
Di hadapan Asisten I, Papuq Kasim orang tua Muhammadun (40) warga Gelogor Lobar meminta agar kasus yang menimpa anaknya mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya Pemprov NTB. Diakuinya, anaknya sudah dipenjara di Blok Fitrah Wing Kiri B 01 Komplek Penjara Kluang Johor Bahru sejak Juni 2002 dengan hukuman 15 tahun dipotong 5 tahun. Artinya, 3 Juni 2012 nanti, anaknya sudah bisa keluar. Dalam hal ini, pihaknya mengharapkan peranan pemerintah untuk memperhatikan kasus yang menimpa anaknya.
Sementara, Turmuzi, adik Samsul Hakim mengharapkan kakaknya didampingi pengacara selama menjalani proses hukum di Malaysia. Paling tidak, ungkapnya, Pemprov NTB bisa memfasilitasi Samsul Hakim mendapatkan pengacara, karena tuduhan dan hukuman yang diberikan pada kakaknya terlalu berlebihan.
Harapan senada disampaikan Inaq Jidah, orang tua Marahum yang meminta pihak pemerintah serius memperhatikan nasib TKI yang sedang menghadapi masalah hukum di luar negeri. Salah satunya menyediakan pengacara bagi anaknya yang membantu agar pihak Pengadilan setempat mengurangi masa hukuman bagi Marahum. Dalam kasus ini, Samsul Hakim dan Marahum dilaporkan melakukan pencurian HP dan kalung seberat 5 gram, sehingga divonis 15 tahun dengan potongan masa penahanan 5 tahun. Namun, kenyataan di lapangan tidak seperti yang dituduhkan.
Menanggapi hal ini, Asisten I H. Nasibun, menegaskan komitmen pemerintah yang tetap memberikan perlindungan bagi TKI/TKW di luar negeri. Pihaknya siap berkoordinasi dengan jajaran terkait di pusat untuk mengetahui nasib warga NTB yang sedang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri.
Khusus pengiriman TKW ke Arab Saudi, Nasibun meminta agar keluarga maupun calon TKW mempertimbangkannya. Kasus yang menimpa Ruyati binti Satubi warga Bekasi yang dihukum pancung dan penganiyaan terhadap Sumiati asal Dompu harus dijadikan pelajaran. Pemprov NTB, ungkapnya, beberapa waktu lalu sudah melakukan moratorium pengiriman TKW ke Arab Saudi dan langkah tersebut diikuti Pemerintah Pusat sekarang ini. (ham)
Menurut Koordinator Perkumpulan Panca Karsa Mataram Endang Susilowati dalam pertemuan dengan Asisten I (Tata Praja dan Aparatur) Setda NTB H. Nasibun, SH, MTP, di Kantor Gubernur NTB, Kamis (23/6) kemarin, Fathul Mubarok ditemukan tewas di sebuah perkebunan dan diduga dibuang bekas majikannya di Kota Tabuk Arab Saudi dengan bekas tembakan di dada tanggal 21 Agustus 2010 lalu.
Kedatangan Endang ini didampingi beberapa keluarga TKI/TKW yang sedang menghadapi permasalahan hukum di Malaysia dan Arab Saudi. Mereka diterima Asisten I (Tata Praja dan Aparatur) Setda NTB H. Nasibun, SH, MTP, didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB Ir. Mokhlis, MSi, dan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) NTB Komang Subadra.
Almarhum, ujarnya, bekerja sebagai sopir pada keluarga Ahmad Suwailim Awad Saman Tabuk. Korban diduga dibunuh bekas keluarga majikannya. Ironisnya, jenazah almarhum selama 6 bulan tersimpan di kamar jenazah Rumah Sakit King Kholid Tabuk Arab Saudi.
Keberadaan jenazah almarhum yang berangkat ke Arab lewat PT. Dasa Graha Utama (PPTKIS yang memberangkatkan Ruyati binti Satubi) tersebut diketahui pihaknya, setelah ada informasi dari warga Lombok yang bekerja di Tabuk lewat internet.
Sementara pihak keluarga H. Juani meminta pemerintah memperhatikan nasib anggota keluarganya yang tewas tertembak di Arab Saudi. Keluarga Fathul Mubarok menuntut permohonan maaf pada pelaku penembakan dengan membayar uang maaf Rp 1 miliar pada keluarga yang ditinggalkan. Sementara pemakaman di Arab Saudi tinggal menunggu persetujuan keluarga.
Selain jenazah Fathul Mubarok, dua jenazah TKW lainnya yang masih disimpan di kamar jenazah adalah Warni binti Mahrip Sahmin warga Dusun Dasan Baru Desa Ubung Lombok Tengah. Warni bekerja di rumah Hamud Hiyad Awad Al Anizi Tabuk selama 2 bulan. Tidak tahan dengan perlakuan pihak majikan, Warni akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara terjun dari rumah majikan Jumat (4/6/10). Jenazah telah dipulangkan bulan Maret 2011.
Nasib serupa, lanjut Endang, juga dialami Nurul Alfiah binti Muhtar Lano asal Lombok Tengah. Almarhumah berangkat lewat PT. Prima Duta Jakarta sebagai pembantu rumah tangga di rumah Eid Salman Khadar Al Huwaiti Tabuk. Nurul meninggal karena sakit dan dibawa majikan ke rumah sakit pada bulan Oktober 2010.
Hukuman Mati
Kasus lain yang perlu mendapat perhatian serius, ungkapnya, adalah kasus yang menimpa seorang TKI asal Kampung Kertasari Simpang Klanir Seteluk Sumbawa Barat atas nama Edy Saputra alias Supriadi. Pemuda ini terancam hukuman gantung di Kuching Malaysia. Edy yang bekerja di ladang sawit Kuching ini dituduh membunuh warga negara Malaysia ZChai Joon Bui 29 Juli 2006 di Kuching.
Sejak 15 Maret 2007, Edy menjalani sidang sebanyak tujuh kali. Enam kali di Mahkamah Rendah dan sekali sidang di Mahkamah Tinggi Kuching. ‘’Ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan sampai terulang kasus pancung Ruyati yang mana Pemerintah Indonesia tidak tahu,’’ ujarnya mengingatkan.
Kasus lainnya yang memerlukan perhatian pemerintah adalah kasus hukum yang menimpa Samsul Hakim (23) Dusun Tempos Gerung Lobar dan Marahum (30) Banyu Urip Lobar yang dituduh mencuri HP dan kalung seberat 5 gram. Keduanya kini menjalani hukuman penjara selama 15 tahun dengan pemotongan masa penahanan 5 tahun. Satu lagi Muhammadun (40) warga Gelogor, Lobar yang sudah menjalani hukuman 9 tahun dari 10 tahun masa penahanan.
Tidak hanya itu, ada 3 warga NTB disimpan selama 6 bulan di kamar jenazah Rumah Sakit King Kholid Tabuk Arab Saudi, akibat ditembak, bunuh diri dan sakit. Kasus ini diketahui secara tidak sengaja oleh warga Lombok di Tabuk dan memberikan informasi kepada pihak PPK lewat chatting di internet.
Di hadapan Asisten I, Papuq Kasim orang tua Muhammadun (40) warga Gelogor Lobar meminta agar kasus yang menimpa anaknya mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya Pemprov NTB. Diakuinya, anaknya sudah dipenjara di Blok Fitrah Wing Kiri B 01 Komplek Penjara Kluang Johor Bahru sejak Juni 2002 dengan hukuman 15 tahun dipotong 5 tahun. Artinya, 3 Juni 2012 nanti, anaknya sudah bisa keluar. Dalam hal ini, pihaknya mengharapkan peranan pemerintah untuk memperhatikan kasus yang menimpa anaknya.
Sementara, Turmuzi, adik Samsul Hakim mengharapkan kakaknya didampingi pengacara selama menjalani proses hukum di Malaysia. Paling tidak, ungkapnya, Pemprov NTB bisa memfasilitasi Samsul Hakim mendapatkan pengacara, karena tuduhan dan hukuman yang diberikan pada kakaknya terlalu berlebihan.
Harapan senada disampaikan Inaq Jidah, orang tua Marahum yang meminta pihak pemerintah serius memperhatikan nasib TKI yang sedang menghadapi masalah hukum di luar negeri. Salah satunya menyediakan pengacara bagi anaknya yang membantu agar pihak Pengadilan setempat mengurangi masa hukuman bagi Marahum. Dalam kasus ini, Samsul Hakim dan Marahum dilaporkan melakukan pencurian HP dan kalung seberat 5 gram, sehingga divonis 15 tahun dengan potongan masa penahanan 5 tahun. Namun, kenyataan di lapangan tidak seperti yang dituduhkan.
Menanggapi hal ini, Asisten I H. Nasibun, menegaskan komitmen pemerintah yang tetap memberikan perlindungan bagi TKI/TKW di luar negeri. Pihaknya siap berkoordinasi dengan jajaran terkait di pusat untuk mengetahui nasib warga NTB yang sedang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri.
Khusus pengiriman TKW ke Arab Saudi, Nasibun meminta agar keluarga maupun calon TKW mempertimbangkannya. Kasus yang menimpa Ruyati binti Satubi warga Bekasi yang dihukum pancung dan penganiyaan terhadap Sumiati asal Dompu harus dijadikan pelajaran. Pemprov NTB, ungkapnya, beberapa waktu lalu sudah melakukan moratorium pengiriman TKW ke Arab Saudi dan langkah tersebut diikuti Pemerintah Pusat sekarang ini. (ham)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar