MAKKAH -- Naib Amirul Haj Indonesia, Abdul Mukti, mengatakan, kalau sampai keluar aturan perundangan oleh DPR bahwa para calon haji yang berisiko tinggi (risti) tidak bisa naik haji, maka itu jelas tidak dibenarkan. Selain akan memunculkan reaksi keras, peraturan itu melanggar hak asasi manusia (HAM).
‘’Publik akan bereaksi sangat keras bila aturan itu sampai lolos di DPR. Bahkan ini sudah jelas merupakan pelanggaran HAM. Kesehatan tidak bisa dikategorisasikan secara umur. Ada yang KTP-nya sudah seumur hidup Alhamdulillah masih sehat. Ada yang muda sakit-sakitan,’’ kata Abdul Mu’ti di Makkah, Senin (24/1), seperti dilaporkan wartawan Republika Muhammad Subarkah dari Tanah Suci.
Mu’ti yang juga Wakil Sekjen PP Muhammadiyah mengaku pernah membawa jamaah haji di atas umur 80 tahun. Ternyata, jemaah itu hanya capai saat di perajalanan, tetapi saat menjalankan haji tetap sehat. “Tahun 2001 saya pernah menjadi petugas pelayanan haji di Makkah. Waktu itu ada seorang pedagang bunga di Pekalongan naik haji. Dengan usia setua itu, ternyata ketika berhaji malah semakin sehat. Jadi kesehatan jangan digampangkan begitu saja,’’ katanya.
Ia mengatakan urusan sehat itu yang bisa mendeteksi adalah tim kesehatan. ‘’Tapi, kalau umur itu adalah Allah. Jadi, tidak ada jaminan kesehatan ditentukan umur,” kata Mukti seraya menambahkan apa yang diwacanakan Komisi VIII DPR itu merupakan langkah yang tidak realistis.
Sebelumnya, tim pemantau haji yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ahmad Zainuddin, mengungkapkan tentang rencana penyetopan calon jemaah yang berisiko tinggi karena usia mengingat kebanyakan yang mengalami sakit dan meninggal dunia berasal dari kalangan jamaah tersebut. Terkait hal ini, Komisi VIII akan menuangkannya dalam revisi UU No 13 tahun 2008 yang akan diajukan ke badan legislasi pada awal 2013 mendatang. Redaktur: Johar Arif. Sumber: Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar